Mengenal si Bintang Berekor

Redaktur: ME. Bijo Dirajo

Ahli Astronomi POJ Widya Sawitar . Foto: Ranny Supusepa

JAKARTA — Seiring dengan perkembangan peralatan pengamatan pada zaman ini, pendataan terkait komet atau bintang berekor semakin terinci. Tidak ada lagi penandaan hadirnya komet dengan kejadian tertentu atau mengkaitkan komet dengan mitos-mitos tertentu.

Ahli Astronomi Planetarium dan Observatorium Jakarta (POJ) Widya Sawitar menyebutkan telah ditemukan 3.887 buah komet yang diketahui sifat dan orbitnya hingga saat ini.

“Penampakan komet ini tidak seperti benda langit lainnya. Bentuknya akan terlihat sesuai dengan dari mana dilihatnya. Jadi jika dilihat dari depan, maka ekornya tidak akan terlihat,” kata Widya di POJ, Senin malam (30/9/2019).

Berbeda dengan meteor, penampakan komet dapat dilihat dalam jangka waktu yang cukup lama.

“Bisa dalam hitungan hari hingga minggu. Contohnya komet Halley yang bisa dilihat mulai dari tahun 1985 hingga 1986,” ujar Widya.

Atau komet Lulin yang bisa disaksikan dari Februari hingga Maret 2009.

Widya menjelaskan, penamaan komet awalnya didasarkan pada tahun penemuan dan diikuti dengan abjad untuk menunjukkan urutan penemuannya pada hitungan tahun tersebut.

“Tetapi setelah diketahui perihelionnya atau jarak terdekat dengan matahari, maka penamaan komet berubah menjadi berdasarkan tahun dan angka romawi. Contohnya, komet 1940a berubah menjadi komet 1939VIII,” ujar Widya.

Artinya, komet tersebut adalah komet ke delapan yang mencapai perihelion pada tahun 1939.

“Atau ada juga yang dinamakan sesuai dengan penemunya. Seperti komet Halley, komet Halle-Bopp ataupun komet Tago-Sato-Kosaka,” kata Widya lebih lanjut.

Jika komet tersebut muncul secara periodik, maka akan ada penambahan nama, misalnya komet Halley menjadi P/Halley.

Lihat juga...