BMKG Terus Petakan Potensi Tsunami di Indonesia

Editor: Koko Triarko

BMKG mencatat, sejak berabad-abad silam di Selat Sunda sudah terjadi tsunami lebih dari 10 kali. Yakni, pada 1722, 1852, 1958, yang disebabkan oleh gempa bumi.

Peristiwa tsunami juga terjadi pada 416, 1883 dan 1928, berkaitan dengan erupsi Gunung Krakatau. Sedangkan tsunami pada 1851,1883, 1889 dipicu oleh aktivitas longsoran.

“Peristiwa tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018, merunut sejarah menjadi peristiwa yang pernah terjadi ratusan tahun silam, bukti tsunami tidak hanya akibat gempa bumi,” papar Muhamad Sadly.

Sebaran unsur tektonik di Selat Sunda sebagai penyebab tsunami juga terjadi akibat sejumlah patahan aktif. Di antaranya patahan Semangko, Mentawai, dan Ujung Kulon.

Selain di wilayah Lampung dan Banten, tsunami dalam sejarah juga terjadi di Pacitan pada 1840 dan 1859, selatan Jawa pada 1921, Pangandaran 1957 dan 2006,  Banyuwangi pada 1994.

Sejarah tsunami dan gempa bumi di Indonesia, membuat sistem pengamatan seismik terus dilakukan. BMKG dengan InaTEWS melakukan sistem analisa gempa bumi dan tsunami, didukung alat seismograph, tide gauges, dan accelerograph.

Melalui alat tersebut, produk berupa informasi gempa bumi dan tsunami akan disebarkan. Penyebaran informasi melalui diseminasi multimoda akan disampaikan ke sejumlah pemangku kepentingan.

Ia menegaskan, sejumlah unsur harus cepat tanggap akan adanya informasi terkait gempa bumi dan tsunami.

Unsur yang dilibatkan adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, POLRI, media, komunitas masyarakat pantai dan wilayah berisiko.

Ia menyebut, peringatan dini tsunami dikeluarkan BMKG dalam waktu lima menit setelah gempa bumi terjadi di mana pun di wilayah Indonesia.

Lihat juga...