Uji Materiil UU OJK, Kewenangan Penyidikan untuk Perkuat OJK
Editor: Satmoko Budi Santoso
Sementara itu, I Gede Hartati K selaku Saksi Pihak Terkait, bersaksi terkait efektivitas peran OJK. Ketika OJK belum dibentuk, kasus-kasus kejahatan keuangan yang menimpa beberapa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berjalan lambat.
Kala itu, masih menjadi kewenangan BI, apalagi ditambah proses yang ada tidak berada dalam satu atap. Tapi sekarang sebutnya, semua fungsi pengawasan terintegrasi dalam satu atap di OJK.
“Di sisi lain, peran OJK sangatlah membantu dengan mengetahui seluk beluk BPR dan lembaga keuangan secara keseluruhan. Adanya pembinaan yang dilakukan OJK pada lembaga keuangan seperti BPR hal ini membuat OJK berperan sangat efektif dan efisien,” ungkapnya.
Sebelumnya, dalam permohonan yang dimohonkan oleh para dosen yang terdiri dari Yovita Arie Mangesti, Hervina Puspitosari, Bintara Sura Priambada, dan Ashinta Sekar Bidari mendalilkan bahwa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 49 ayat (3) UU OJK.
Pemohon mempermasalahkan wewenang penyidikan dalam Pasal 49 ayat (3) UU OJK tidak mengaitkan diri dengan KUHAP. Isinya menyebut, PPNS OJK berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum.
Artinya, lanjut Pemohon, jika tidak dibutuhkan, maka PPNS OJK dapat melakukan penyidikan tanpa berkoordinasi atau pun meminta bantuan penegak hukum lainnya yakni penyidik Polri.
Pemohon menegaskan, apabila melihat wewenang Penyidik OJK yang termuat dalam Pasal 49 ayat (3) UU OJK, terdapat beberapa ketentuan norma yang melanggar asas due process of law dan dapat menimbulkan kesewenangan-wenangan dari penyidik OJK.