Mendikbud: Pemerataan Pendidikan Berbasis Zonasi

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Selanjutnya, proses PPDB kali ini juga dilakukan secara zonasi sehingga tidak ada lagi istilah anak-anak pintar yang berkumpul di satu sekolah tertentu saja. Harapannya dengan begitu prestasi belajar akan tergantung pada individu siswanya masing-masing, bukan sekolah.

“Jadi yang pinter itu bukan sekolahnya, tetapi anaknya. Sehingga nanti di semua sekolah itu akan ada anak pinter,” ungkapnya.

Bahkan sekarang sistem zonasi, sudah diusulkan untuk menjadi Peraturan Presiden (Perpres) agar memiliki penguatan hukum.

Lebih lanjut disampaikan Muhadjir, penerapan peraturan zonasi tentu akan menghadapi tantangan-tantangan. Sehingga ia berharap kerjasama dari semua pihak, khususnya dari pemerintah daerah.

Tidak boleh ada kompromi, karena kalau peraturan itu ada kompromi, pasti ada terjadi penyimpangan-penyimpangan.

“Mari kita betul-betul kurangi praktik-praktik tidak jujur. Misalnya adanya hak-hak istimewa bagi orang tertentu untuk mendapatkan kursi di sekolah tertentu atau adanya jual beli kursi. Semua itu harus dihilangkan karena itu yang menghambat kemajuan pendidikan kita,” ungkapnya.

Oleh karenanya Kemendikbud telah melakukan MoU dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman, Saber Pungli untuk mengamati, mencermati bagaimana proses PPDB berlangsung.

Termasuk juga mengawal pemanfaatan dana alokasi khusus terutama dana alokasi khusus fisik dan non fisik terutama yang berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

“Sekarang ini kualitas pendidikan kita sudah bagus tapi belum merata. Karena sesuai dengan perintah presiden, kita akan melaksanakan pemerataan pendidikan yang berkualitas dan itu basisnya melalui zonasi,” pungkasnya.

Lihat juga...