Kemitraan Jadi Syarat Izin Impor Tembakau
Sedangkan jenis Oriental diproduksi sedikit di Madura, kemudian Virginia di Lombok dengan luas tanam hanya sekitar 23.000-26.000 ha, dari sebelumnya 65.000 ha.
“Saat ini, sedang digodok model kemitraan petani tembakau oleh Kementan. Meskipun di lapangan model kemitraan di sentra tembakau berbeda-beda. Diharapkan, aturan kemitraan nantinya bisa diterapkan di semua sentra tembakau,” katanya.
Luas lahan tembakau nasional 206.514 ha dengan produksi 198.295 ton. Sementara, produksi rokok 340 miliar batang. Sehingga dibutuhkan 340.000 ton tembakau.
“Dan, sisa kekurangannya dipenuhi dari impor,” ujar Suseno.
Sementera itu, Sekertaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkih Indonesia (APCI), I ketut Budiman, menyebutkan luas areal cengkih Indonesia sekitar 500.000 ha, produksinya 110.000-120.000 ton per tahun.
Sekitar 95 persen diserap oleh pabrik rokok. Sehingga ketergantungan petani cengkih terhadap pabrik rokok sangat tinggi,” katanya.
Dia menjelaskan, hilangnya eforia cengkih petani pada saat Kementerian Perdagangan mencabut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 528 Tahun 2002 tentang Ketentuan Impor Cengkih.
Dalam aturan itu, tambahnya, cengkih dapat diimpor oleh pabrik rokok ketika produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan industri rokok. Kemudian diganti Permendag Nomor 75 tahun 2015, di mana setiap orang boleh mengimpor cengkih.
“Imbasnya, harga cengkih di tingkat petani jatuh. Awalnya Rp120.000-Rp130.000 per kilogram, sekarang hanya Rp 90.000 per kg. Sehingga kesejahteraan petani cengkih menurun drastis,” ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, petani minta agar pemerintah meninjau kembali Permendag tersebut, karena dalam Nawacita, Presiden Jokowi ingin melindungi petani. (Ant)