Menyulap Bara Api di Riau Menjadi Sumber Ekonomi

Setiap program dijalankan sesuai kultur sosial budaya sekitar gambut yang dipulihkan. Revegetasi contohnya, itu dilakukan di areal gambut rusak di kawasan hutan konservasi yang tidak ditinggali masyarakat. Sementara re-wetting dilakukan di lahan gambut rusak, namun sekitar kawasan itu telah terdapat perkebunan masyarakat.

Singkat cerita, masyarakat Desa Pagaruyung pun mulai menanam nanas sejak 2016. Kini, luas perkebunan nanas itu mencapai 300 hektare. Nanas jenis moris yang mereka pilih. Alasannya, nanas itu dapat dipanen berkali-kali tanpa harus menanam ulang.

“Selain itu, rasanya juga sangat manis. Meskipun buahnya kecil, rasa buahnya manis,” kata Mukidin, pria berbadan kurus itu sumringah.

Rasa nanas yang manis diakui oleh Kepala BRG, Nazir Foead saat melakukan kunjungan kerja ke desa itu, akhir pekan lalu. Nazir tak henti memuji rasa manis nanas itu saat mencicipinya langsung. Bahkan, dia mengaku, Presiden Joko Widodo pun terkesima dengan manisnya nanas Riau tersebut.

“Buahnya sangat juicy. Bahkan, Bapak Presiden sempat kaget, buahnya kok manis sekali. Lalu saya bilang ini dari Riau, Pak,” cerita Nazir.

Warga Desa Pagaruyung saat ini sudah dapat menikmati hasil ganda dari nanas itu. Pertama, desa mereka tak lagi menjadi sorotan saat musim kemarau tiba. Kedua, nanas menjadi sumber pendapatan baru masyarakat.

Saat ini, warga desa tak hanya menjual nanas mentah ke pasar. Melainkan juga mengolah produk turunannya. Ada keripik nanas dengan berbagai varian rasa, serta dodol nanas yang sangat enak itu.

Nazir lantas mengatakan BRG akan mendorong pengolahan buah nanas dan turunannya untuk dapat diterima pasar luar negeri. Bukan pekerjaan yang mudah, namun dia mengatakan akan berupaya membantu pemasaran lebih jauh, selain memenuhi pasar nasional terlebih dahulu.

Lihat juga...