Menyulap Bara Api di Riau Menjadi Sumber Ekonomi
PEKANBARU — Tiga tahun lalu, lahan gambut seluas 700 hektare itu hanyalah hamparan bara api, dan kebakaran hebat menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Masyarakat hanya bisa pasrah melihat kampung mereka menjadi penyumbang tragedi kabut asap menyelimuti negeri.
Pagaruyung, sebuah desa yang berlokasi di Kecamatan Tapung Raya, Kabupaten Kampar. Jaraknya hanya satu jam perjalanan darat dari ibukota Provinsi Riau, Kota Pekanbaru.
Di masa lalu, desa itu menjadi salah satu zona merah saat musim kemarau tiba. Hamparan gambut menjadi kering, dan dengan mudahnya membara. Tak banyak yang bisa dilakukan ketika bencana itu tiba. Alhasil, kabut asap melanda dan jarak pandang pun sirna. Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim yang berada di Pekanbaru lumpuh seketika. Setiap hari puluhan penerbangan tertunda.
Namun kini, hamparan gambut itu justru menjadi sumber kehidupan dan ekonomi. Masyarakat berhasil mengatasi masalah kebakaran gambut di desanya dengan budidaya nanas. “Tahun 2015 menjadi akhir penderitaan kami. Saat itu kebakaran hebat, 700 hektare terbakar. Asap sangat tebal,” kata Mukidin, warga setempat.
Mukidin, pria paruh baya itu adalah Ketua Kelompok Masyarakat Nanas Jaya Pagaruyung. Dia menginisiasi kepada warga desa untuk bersahabat dengan gambut. Nanas menjadi pilihan utamanya.
Gayung bersambut, Badan Restorasi Gambut (BRG) yang sejak 2016 mulai bertugas memulihkan gambut rawan dan rusak terbakar memberikan bantuan berupa bibit dan bimbingan kepada Mukidin dan teman-teman.
Upaya BRG tersebut merupakan salah satu dari tiga program restorasi yang dijalankan BRG, revitalisasi ekonomi masyarakat. Dua program lainnya yang awam dijalankan adalah rewetting atau pembasahan dan revegetasi.