Kewenangan Penyidikan OJK Diatur dalam UU Bank Indonesia
Editor: Satmoko Budi Santoso
Zainal Arifin Mochtar menyebutkan, pengawasan selama ini dianggap kewenangan sebatas administratif saja. Namun bisa juga dimaknai pengawasan secara lebih luas. Dimana pengawasan diperlebar sampai tahap penyidikan, sehingga kewenangan OJK dalam penyidikan mestinya tidak perlu dipermasalahkan.
Sementara itu, Yunus Husein, selaku Ahli OJK lainnya menyatakan, kewenangan penyidikan bukan monopoli kepolisian semata. Hal ini sesuai putusan MK terdahulu. Dimana kewenangan penyidikan instansi lain bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Namun mesti diatur dalam UU khusus.
“Tidak ada tumpang tindih kewenangan di antara kepolisian serta OJK. Sebab, sudah diatur dalam KUHAP setiap kasus mesti dilaporkan pada koordinator pengawasan di kepolisian. Selain itu, mesti ada surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari kepolisian. Serta kasus dapat dihentikan jika ada alasan yang kuat,” jelasnya.
Permohonan uji materiil UU OJK dimohonkan oleh para dosen yang terdiri dari Yovita Arie Mangesti, Hervina Puspitosari, Bintara Sura Priambada, dan Ashinta Sekar Bidari mendalilkan bahwa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 49 ayat (3) UU OJK.
Pemohon mempermasalahkan wewenang penyidikan dalam Pasal 49 ayat (3) UU OJK tidak mengaitkan diri dengan KUHAP.
Isinya menyebut, PPNS OJK berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum. Artinya, lanjut Pemohon, jika tidak dibutuhkan, maka PPNS OJK dapat melakukan penyidikan tanpa berkoordinasi ataupun meminta bantuan penegak hukum lainnya yakni penyidik Polri.
Pemohon menegaskan, apabila melihat wewenang Penyidik OJK yang termuat dalam Pasal 49 ayat (3) UU OJK, terdapat beberapa ketentuan norma yang melanggar asas due process of law dan dapat menimbulkan kesewenangan-wenangan dari penyidik OJK.