Geradus, Tujuh Tahun Setia Jual Kayu Bakar
Editor: Makmun Hidayat
“Dua anak saya sudah tamat sekolah dan bekerja sementara satu masih kelas 3 SMP dan yang kecil masih kelas 6 SD. Kalau dikumpul, uangnya sudah bisa untuk membangun rumah namun uang banyak terpakai untuk acara adat dan pesta,” tuturnya.
Sebagai orang Sikka, suami dari Lusia Laru ini mengaku uangnya lebih banyak terpakai saat ada anggota keluarganya yang mengalami kedukaan maupun pesta pernikahan dan lainnya. Saat pesta, dirinya harus membawa hewan seperti babi, kambing atau kuda yang berharga di atas Rp1 juta belum termasuk arak dan beras.
“Mau bagaimana lagi kami kan keluarga besar dan memang dalam pesta ada urusan adat yang harus dipenuhi. Apalagi kalau anggota keluarga dekat yang menyelenggarakan pesta, maka mau tidak mau biaya yang dikeluarkan akan semakin besar,” terangnya.
Modal awal pinjaman Rp1 juta pun bertambah terus hingga mencapai Rp4 juta, lalu Geradus berhenti meminjam. Dirinya pun mempunyai simpanan di sebuah koperasi sebesar Rp10 juta dan uang Rp14 juta dipergunakan untuk membeli kayu bakar.
“Kalau jual kayu bakar risikonya sangat kecil paling saat hujan harus menutupnya dengan terpal saja. Orang pun tidak akan mencuri, paling hanya pedagang di pasar yang meminta satu atau dua ikat untuk bakar ikan saja,” tuturnya.
Geradus memberi tips, jadi pedagang itu harus sabar, disiplin, jujur dan pintar dalam mengatur uang. Harus menghindari judi dan minum alkohol yang berlebihan agar modal usaha tidak habis terpakai dan harus mencari hutang untuk modal lagi.
Lusia Laru sang isteri pun mengaku setiap pagi dirinya bersama suami datang ke Pasar Alok. Gubuk sederhana dengan terpal dibangun di dekat tumpukan kayu bakar sebagai tempat berteduh.