Peneliti: Perlu Perbaikan Data Pangan, Kurangi Kesemrawutan Impor
JAKARTA— Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman, menyatakan, pemerintah melalui berbagai lembaga dan kementerian terkait perlu melakukan perbaikan data pangan untuk mengurangi kesemrawutan impor.
“Permasalahan data pangan yang selama ini selalu dijadikan acuan untuk melakukan impor belum sepenuhnya bisa diandalkan. Perbaikan data komoditas baru dilakukan pada komoditas beras, itupun baru pada akhir Oktober 2018 lalu. Sedangkan data-data komoditas lain seperti jagung dan kedelai dapat dikatakan belum terintegrasi menjadi data tunggal yang dapat diandalkan pemerintah dan publik,” kata Assyifa Szami Ilman di Jakarta, Jumat (15/3/2019).
Menurut dia, perbaikan data pangan juga perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari berbagai rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh BPK terkait impor.
Ia berpendapat bahwa kegiatan impor yang belum efektif sebenarnya didasarkan pada acuan data yang dijadikan dasar untuk melakukan impor.
Dengan demikian, lanjutnya, jika data acuan tidak dapat diandalkan, hasilnya adalah kebijakan yang tidak efektif.
Sebagai konsekuensinya, jelas Ilman, ada kalanya produksi pangan dikatakan sudah surplus namun harganya masih cenderung bergejolak.
“Ketika harga bergejolak, Kementerian Perdagangan pasti perlu melakukan tindakan untuk meredam gejolak tersebut, salah satunya adalah dengan impor,” ucapnya.
Berdasarkan Laporan Tindak Lanjut Rekomendasi BPK, salah satu yang ditekankan adalah adanya Tata Niata Impor Bahan Pangan yang dinilai “Belum Patuh”. Temuan BPK menyatakan bahwa Kementerian Perdagangan hingga saat ini melakukan penerbitan impor tidak sesuai dengan data produksi dan kebutuhan di dalam negeri.