Peneliti: Masyarakat Asia Paling Berisiko Terkena Pencemaran Udara

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Pencemaran udara saat ini telah menjadi permasalahan serius di setiap kota, karena berdampak buruk pada kesehatan manusia. Dan, kota-kota di Indonesia sebagian besar mengalami pencemaran udara dalam tingkat tinggi. 

Peneliti Senior Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Muhayatun Santoso, menyatakan, bahwa tingkat pencemaran ini akan menjadi lebih tinggi pada kota-kota besar yang memiliki tingkat pembangunan yang tinggi.

Peneliti Senior Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Muhayatun Santoso -Foto: Ranny Supusepa

“Masyarakat yang tinggal di Asia, paling berisiko terhadap pencemaran udara, karena lebih dari 50 persen kota-kota besar di dunia berlokasi di Asia, dan sebagian besar memiliki permasalahan pertumbuhan populasi yang cepat, urbanisasi, transportasi dan industrialisasi,” kata Muhayatun, Jumat (8/3/2019).

Selama ini, menurut Muhayatun, pemantauan terhadap kualitas udara telah dilakukan terhadap CO, SO2, Nox, O3 dan PM10, dengan partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikrometer sebagai dasar untuk menghitung Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

Padahal, di udara juga terdapat partikulat yang berukuran kurang dari 2,5 mikrometer, dikenal dengan PM-2,5 yang berbahaya, karena ukurannya yang kecil sehingga mampu menembus bagian terdalam dari paru-paru.

“Sebagai ilustrasi, ukuran PM-2,5 sebanding dengan sekitar 1/30 dari diameter rambut manusia yang pada umumnya berukuran 50-70 mikrometer. Sedangkan PM-10 sebanding dengan 1/7 dari diameter rambut,” ujar Muhayatun.

Lihat juga...