Kelompok Tenun Buen Blutuk Berkarya dalam Diam
Redaktur: ME. Bijo Dirajo
MAUMERE — Menenun merupakan keahlian yang dulunya wajib dimiliki para perempuan di kabupaten Sikka sebelum menikah. Tidak heran hingga kini tetap menjadi sebuah keahlian yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi.
“Saya belajar menenun sejak kelas tiga Sekolah Dasar. Mau pinjam sarung punya kakak tapi tidak dikasih sehingga saya harus tenun sendiri,” sebut Rosia Retnada Mianti (47) ketua kelompok Buen Blutuk, Selasa (26/3/2019).
Dikatakan Yanti sapaannya, setelah setiap hari menenun sendiri, 18 perempuan di dusun Habilogut desa Nangatobong kecamatan Waigete mulai berpikir untuk bersatu dan bangun kerjasama. Akhirnya disepakati dibentuk kelompok tenun.
“Kalau ada kelompok, kami bisa saling membantu. Saya bisa pinjam sarung dari anggota lainnya bila membutuhkan. Antar anggota juga bisa saling belajar, sebab setiap orang memiliki keahlian menenun motif sendiri,” ungkapnya.
Kelompok tenun ini tidak terlalu mengharapkan bantuan pemerintah sejak berdiri Mei 2017 lalu. Setiap anggota dikenai iuran sebesar Rp5 ribu per bulan. Uang yang terkumpul dijadikan pinjaman bergulir serta membeli perlengkapan tenun.
“Kami baru dapat bantuan dari pemerintah desa tahun ini berupa alat celup, benang dan lainnya,” sebutnya.
Luis Florida Nona Ate, dalam kelompok antar anggota bisa saling pinjam kain tenun bila ada kebutuhan mendadak.
“Semua anggota hampir setiap hari tenun sendiri di rumah masing-masing. Motifnya pun dipilih sendiri. Terkadang kalau ada yang pesan maka kami semua membuat motif yang sama,” ungkapnya.
Kain tenun yang dihasilkan anggota kata Nona Ate dijual antar anggota seharga Rp.250 ribu per lembarnya. Sementara bila dijual di pasar Waigete mencapai angka 500 sampai 600 ribu rupiah per lembarnya.