YOGYAKARTA – Peredaran narkoba menjadi momok yang hingga kini masih sulit dihentikan di Yogyakarta. Kota yang dikenal sebagai kota pariwisata sekaligus pendidikan ini masih menjadi sasaran target para pengedar narkoba dari provinsi lain bahkan mancanegara.
Hingga penghujung 2018, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DIY telah menangani 23 kasus peredaran narkoba jenis sabu-sabu yang berusaha menembus pasar Yogyakarta dengan berbagai macam modus baru.
Satu yang paling besar adalah penyelundukan sabu-sabu seberat 1,1 kilogram oleh dua orang asal Thailand namun berhasil digagalkan petugas Bea Cukai dan BNNP DIY di Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta pada akhir Juli 2018.
Mengacu hasil Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba pada 2017 di 34 provinsi, prevalensi penyalahguna narkoba di Yogyakarta 35.170 orang (1,19 persen). Kelompok sasaran survei ini adalah pekerja, pelajar, mahasiswa dan rumah tangga.
Kepala Bidang Pemberantsan Narkoba BNNP DIY, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sudaryoko, menilai, bahwa rantai peredaran narkoba sulit diputus dan dihentikan masuk kota gudeg karena adanya permintaan.
Pengawasan dan pemberantasan yang terus diperketat oleh aparat, menurut Sudaryoko, selalu diikuti dengan strategi atau modus-modus operandi baru yang diperbarui para pengedar untuk bisa memasukkan barang haram itu ke Yogyakarta.
Salah satu modus yang masih kerap digunakan untuk mengecoh dan menyulitkan petugas di Yogyakarta adalah sistem beli putus. Modus tersebut kebanyakan dilakukan penjual dan pembeli yang tidak saling mengenal dengan bertransaksi melalui telepon genggam.
Menurut Sudaryoko, cara itu menyulitkan petugas untuk mengungkap pemasok yang lebih besar di atasnya karena saat ditangkap, penjual maupun pembelinya ternyata tidak saling mengenal.