INDEF: Indonesia Harus Lakukan Integrasi Kewilayahan
Editor: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri menyebutkan, Indonesia seharusnya terintegrasi secara kewilayahan terlebih dahulu, sebelum kemudian masuk ke ranah globalisasi.
Integrasi kewilayahan untuk mengatasi tingginya disparitas harga komoditas antardaerah. Jika hal itu tidak dilakukan, menurutnya, maka Indonesia hanya akan menjadi hamba dalam perkembangan globalisasi.
“Ya kalau integrasi tidak dilakukan, maka kita hanya akan jadi hamba di dalam globalisasi, dan juga akan lebih banyak mudaratnya,” kata Faisal pada diskusi INDEF bertajuk ‘Tawaran INDEF untuk Agenda Strategis Pembangunan SDA dan Infrastruktur’, di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Dia menegaskan, bahwa Indonesia masih terdisintegrasi. Yakni, dimana disparitas harga komoditas antarwilayah di Indonesia masih sangat lebar.
Dari data yang dihimpun oleh Faisal, dicontohkannya yaitu harga buah duku yang mencapai Rp 49.950 per kilogram di Malang. Di mana harga pada saat panen puncak di Pontianak, tidak sampai Rp 5 ribu per kilogram.
Selain itu, jelas dia lagi, adalah harga buah mangga lokal di Palembang pada 11 Januari 2019, tercatat sebesar Rp 39.500 per kilogram. Sedangkan, mangga impor dari Brasil, pada saat yang sama hanya Rp 29.900 per kilogram.
Kondisi perekonomian seperti ini yang membuat petani terpuruk. Karena tidak ada sinergi integrasi kewilayahan yang signifikan dalam memudahkan pemasaran hasil panen petani.
“Kunci Indonesia berjaya itu, adalah bagaimana membuat petani duku di Palembang, Jambi, dan Pontianak, harganya jadi Rp15 ribu per kilogram. Dan kita belinya dari Rp50 ribu menjadi hanya Rp 25 ribu per kilogram,” tandasnya.