Ahli: Aturan Sanksi bagi ASN Berikan Kepastian Hukum

Editor: Makmun Hidayat

Tri Hayati, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia jadi Saksi Ahli dalam uji materil UU ASN di MK, Rabu (13/2/2019) - Foto: M. Hajoran Pulungan

JAKARTA — Tri Hayati, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia menegaskan bahwa pengaturan sanksi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi segenap ASN dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan regulasi yang ada.

Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b dan d serta Pasal 87 ayat (2) UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Selain itu, aturan tersebut juga menjamin perlakuan dan kesempatan yang sama bagi segenap ASN yang mematuhi regulasi yang ada,” kata Tri Hayati, selaku Ahli yang dihadirkan Pemerintah dalam sidang uji UU ASN di gelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Ruang Sidang MK, Rabu (13/2/2019).

Menurut Tri, dengan adanya aturan tersebut merupakan aspek keadilan dari pengaturan norma Pasal 87 Undang-Undang ASN. Sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 87 sejalan dengan teori keadilan korektif.

“Saya menyatakan tidak sepakat jika sanksi administratif pada ASN yang melanggar pasal yang diujikan adalah penjatuhan hukuman dua kali. Sebab sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah satu kesatuan,” tegasnya.

Tri menyebutkan, pasal-pasal yang diujikan Pemohon merupakan sanksi administratif yang diberikan setelah adanya sanksi pidana yang telah diputuskan oleh pengadilan secara inkracht. Dengan demikian, lanjutnya, tidak ada terjadi dua kali penghukuman, tapi itu merupakan satu kesatuan sanksi, yaitu sanksi pidana dan administratif.

“Yang dilarang tentunya adalah nebis in idem, yaitu jika satu kasus yang sama diadili dua kali dan tidak ada larangan untuk memberikan gabungan antara sanksi pidana dengan sanksi administratif atau sanksi perdata lainnya seperti denda,” jelasnya.

Lihat juga...