Produksi Batu Bata di Lamsel Terhambat Hujan
Editor: Koko Triarko
Batu bata yang sudah selesai dicetak, disimpan di tobong khusus untuk proses pembakaran, hingga jumlahnya cukup sesuai dengan pesanan pembeli. Hingga menjelang akhir Januari, Hamid sudah memproduksi sekitar 4.000 batu bata atau masih kurang sekitar 2.000 batu bata.
“Proses pencetakan bisa dipercepat, karena bisa dikerjakan malam hari. Namun, akhir-akhir ini hujan kerap turun, sehingga produksi hanya dilakukan siang hari di tobong,” beber Hamid.
Kendala hujan selain memperlambat proses pengeringan, juga kerap membuat batu bata miliknya, rusak. Tampias air hujan yang kerap membasahi lokasi tobong, termasuk banjir luapan sungai, membuat sebagian batu bata miliknya, rusak.
Selain itu, puluhan kubik kayu bakar yang akan dipergunakan untuk membakar batu bata, terendam air. Butuh proses pengeringan agar kayu bakar tersebut bisa dipergunakan untuk membakar batu bata yang sudah kering.
Pembuat batu bata lain, Nurjanah, mengaku harus menyiapkan penutup plastik saat hujan. Lokasi penjemuran batu bata dibuat pada lokasi yang tinggi, dengan sejumlah saluran air. Ia tetap memproduksi batu bata, membantu sang suami yang saat ini bekerja sebagai tukang bangunan. Pembuatan batu bata dikerjakan sebagai sumber penghasilan tambahan, di sela pekerjaan sebagai petani pekebun.
“Hujan yang kerap turun memang menghambat proses pengeringan. Namun, saya siasati dengan penutup plastik serta daun kelapa, agar batu bata tidak hancur,” terang Nurjanah.
Nurjanah yang mendapatkan pesanan batu bata sebanyak lima ribu buah, mengaku sedang menyelesaikan seribu buah sebelum dibakar. Sebagian batu bata yang sudah kering sudah disimpan di tobong, menunggu pengeringan batu bata lain yang sedang dicetak.