Di 2018, 157 Warga Sikka Terserang DBD

Editor: Mahadeva

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, dr. Maria Bernadina Sada Nenu, MPH, menyebut, melihat siklus DBD di daerah tersebut, setiap tiga tahun akan terjadi KLB. Setelah KLB di 2016 dengan 392 kasus, di 2017 jumlah kasusnya menurun menjadi 120 kasus dan menyebabkan dua orang meningal dunia. Kasus kembali naik menjadi 157 kasus di 2018. “Sehingga untuk 2019 ini, kami gencarkan sosialisasi dan melakukan gerakan 3M Plus. Ini penting agar siklus KLB tiga tahunan tidak terjadi di 2019 ini,” tuturnya.

Tantangan yang dihadapi dalam memberantas penyakit DBD adalah, kurangnya peran serta masyarat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk atau Gerakan 3M plus. “Belum ada obat anti virus untuk mengatasi virus DBD maka memutuskan rantai penularan, pengendalian vektor DBD dianggap terpenting saat ini. Penyakit DBD menyebar hampir merata di seluruh kecamatan dan terkonsentrasi di daerah perkotaan,” ungkapnya.

Maria menyebut, kasus DBD selalu ada di sepanjang tahun. Hal itu erat kaitannya dengan, kurang baiknya sanitasi masyarakat. Serta perilaku masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. “Perilaku penggunaan bahan plastik seperti gelas air minum plastik, botol-botol yang potensial sebagai tempat perindukan nyamuk marak terjadi. Kerjasama lintas sektor pun belum optimal,” tandasnya.

Dengan kondisi tersebut, dinas menerapkan strategi pencegahan dan pemberantasan, melalui promosi 3M Plus kepada masyarakat. Dinas juga melaksanakan Abatesasi Focus, dan fogging fokus, di lokasi yang terdapat kasus demam berdarah. Program lainnya adalah, gakan satu rumah satu juru pemanau jentik atau jumantik. “Kami juga melaksanakan penyelidikan Epidemiologi pada seluruh kasus DBD serta, surveilans aktif Puskesmas dan rumah sakit terhadap penyakit DBD. Juga dilakukan peringatan kewaspadaan dini kepada pimpinan SKPD, Camat, Lurah dan Kepala Desa,” pungkasnya.

Lihat juga...