Petani Cabai di Lamsel Keluhkan Anjloknya Harga Jual

Editor: Koko Triarko

Menurutnya, memasuki masa pembuahan, tanaman cabai terserang penyakit bulai dan kutu trip. Pengaruh organisme pengganggu tanaman (OPT) tersebut, menurunkan produksi buah cabai per batang, dari semula 9 hingga 10 ons, kini maksimal hasil 5 ons sudah cukup menguntungkan.

Mahmudi menjelaskan, 5.000 batang tanaman cabai, sebelumnya dalam sekali panen bisa menghasilkan 1 ton. Hasil tersebut diperoleh dari pemetikan selama 10 hingga 15 kali. Sekali pemetikan bisa menghasilkan rata-rata 40 hingga 50 kilogram.

Pada akhir tahun, terjadi penurunan produksi dari semula mencapai 1 ton, menjadi hanya berkisar 600 kilogram. Harga per kilogram saat ini mencapai Rp17.000, dengan hasil 500 kilogram, sehingga ia hanya mendapatkan hasil Rp8,5 juta sekali panen.

“Merosotnya harga cabai merah keriting ikut dipengaruhi serangan hama penyakit, padahal prediksi kami harga membaik jelang akhir tahun,” terang Mahmudi.

Selama ini, hasil panen cabai merah keriting milik petani Lampung Selatan, umumnya dijual ke Padang, Sumatra Barat. Sekali proses pengiriman, pengepul bisa mengirim 4 hingga 5 ton.

Pasokan cabai merah keriting dari sejumlah wilayah Lamsel, di antaranya dari Kecamatan Sidomulyo, Candipuro, Palas, ikut mempengaruhi anjloknya harga.

Petani cabai bahkan mulai memasuki masa pemetikan tahap akhir kesepuluh kali, akibat tanaman sebagian sudah kering.

Setelah cabai merah keriting dipanen, buruh akan mengumpulkan cabai untuk selanjutnya disortir. Sejumlah anggota keluarga akan dikerahkan, untuk menyortir cabai merah keriting dengan kualitas yang bagus dipisahkan dengan cabai kualitas jelek.

Rima (15), salah satu anggota keluarga bersama adik adiknya yang tengah menjalani libur sekolah, ikut membantu proses penyortiran. Beberapa buruh petik melakukan proses pemetikan  dengan sistem upahan.

Lihat juga...