Pedagang Pasar Alok dan GMNI Persoalkan Pasar Pagi Terbatas
Editor: Koko Triarko
Viventius Valerianus, salah seorang pedagang di pasar Alok yang ikut demo menjelaskan, pihaknya melakukan demo untuk menyampaikan apa yang dirasakan pedagang di pasar Alok selama ini.
“Pasar Alok dikatakan pasar terbesar, tetapi kenapa harus membuka pasar lagi di TPI yang dinamakan pasar pagi terbatas? Masyarakat kota Maumere ini biasanya belanja saat pagi saja sampai jam 09.00 WITA saja. Dengan demikian, pasti dengan sendirinya pasar Alok akan sepi,” sebutnya.
Pedagang ubi dan pisang ini, dulu mendapat penghasilan ratusan ribu rupiah, tapi sekarang ini sejak adanya pasar pagi terbatas, penghasilan hanya Rp20 ribu sampai Rp30 ribu sehari.
“Bagaimana mungkin kami bisa memenuhi kebutuhan keluarga, apalagi membiayai anak sekolah? Belum lagi di Sikka ini banyak sekali urusan adat yang membutuhkan banyak uang,” ungkapnya.
Vintus meminta, agar pemerintah fokus terlebih dahulu mengembangkan dan membuat pasar Alok ramai dikunjungi pembeli. Kalau sudah ramai baru melihat lagi, apakah perlu membuka pasar pagi terbatas.
“Banyak hal yang harus diperbaiki. Ada juga sembilan poin yang dijanjikan Bupati Sikka kepada pedagang saat kampanye waktu itu. Semua kesepakatan itu dibuat di atas meterai, dan kami juga membawanya,” tuturnya.
Kalau tetap dipertahankan pasar pagi terbatas, tegas Vintus, maka pasar Alok akan semakin sepi. Pihaknya juga banyak permintaan terkait dengan permasalahan sampah, WC dan tempat berjualan untuk para pedagang.
“Kenapa hasil pertanian kita dijual pedagang dan diletakkan di tanah,” ujarnya.
Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo, mengatakan dirinya menyambut baik aksi itu, sebab mahasiswa GMNI sangat peka terhadap kebijakan publik. Sebuah kebijakan berjalan bagus kalau ada kontrol, dan ini merupakan bentuk kontrol gratis.