Ontorejo Racut, Gambarkan Situasi Indonesaia Saat Ini

Editor: Mahadeva

JAKARTA – Pergantian tahun, menjadi momentum evaluasi dan kontemplasi proses satu tahun kehidupan, termasuk kinerja kebangsaan. Hal itu diharapkan, menjadi tonggak bagi kemajuan dan kesuksesan kehidupan pada hari-hari mendatang.

Pergelaran Wayang Kulit semalam suntuk, bagi masyarakat Jawa bukan saja bermakna sebagai gelar budaya. Pergelaran wayang kulit, juga menjadi proses laku spiritual, sekaligus pembangunan narasi kehidupan. Pertunjukan wayang kulit, menjadi sarana evaluasi, transformasi dan penguatan kebulatan tekad, dalam menjalani kehidupan yang lebih baik. Kegiatannya dilakukan, melalui energi keheningan sepanjang malam, yang dibalut dengan kompleksitas pergelaran seni dan budaya.

Ki H. Manteb Sudharsono – Foto M Fahrizal

Pada malam pergantian tahun kali ini, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menggelar pergelaran wayang kulit, dengan dalang Ki H. Manteb Sudharsono. Pergelarang mengambil lakon,  Ontorejo Racut. Sebelum pementasan, Ki H. Manteb Sudharsono, kepada Cendana News, menjelaskan, lakon Ontorejo Racut menceritakan kematian atau matinya Ontorejo. Lakon Ontorejo Racut, merupakan lakon yang sangat asing, jarang ada yang membawakannya karena menggambarkan, bagaimana matinya Ontorejo.

Kehidupan Ontorejo, digambarkan semuanya dalam pergelaran semalam suntuk. Dan hal itu, bisa dibilang tidak sembarang orang atau dalang, dapat membawakan lakon tersebut. “Saya diminta oleh pihak Pepadi, untuk membawakan lakon tersebut, dan saya sanggupi,” jelasnya.

Dikatakan Ki Manteb, makna yang terkandung dalam lakon tersebut sebenarnya adalah Kresna Gugat. Maksudnya bahwa Kresna tidur (hanya raganya yang tidur). Sementara jiwanya berangkat ke Dewa, dalam hal ini ke khayangan, mempertanyakan situasi yang sedang terjadi. “Dalam pewayangan, pertanyaan Kresna tersebut menyiratkan akan ada peperangan besar, yakni antara Pandawa dan Kurawa,” jelasnya.

Lihat juga...