Penjualan Es Balok di Lamsel, Meningkat

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Panen udang vaname (Litopenaeus vannamei) secara dini di area pertambakan Kecamatan Sragi dan Ketapang, Lampung Selatan, akibat perubahan cuaca, berdampak positif bagi pedagang es balok di wilayah tersebut.
Herman, salah satu pedagang es balok, menyebut panen dini sejumlah pembudidaya udang vaname disebabkan faktor cuaca, membuat kebutuhan es meningkat. Pasokan es balok dari pabrik pun cukup lancar dan harganya masih stabil.
Menurut Herman, pada awal November sejumlah pembudidaya udang vaname melakukan panen dini, meski harga anjlok. Penen dini udang vaname membuat kebutuhan es balok lebih cepat dibandingkan kondisi panen normal.
Pada kondisi normal, panen parsial atau sebagian dilakukan pada udang vaname usia 85 hingga 90 hari dan panen keseluruhan dilakukan saat udang usia 100 hingga 120 hari.
Rudi, penjual es balok di tempat pendaratan ikan Muara Piluk Bakauheni, Lampung Selatan -Foto: Henk Widi
Herman mengatakan, kebutuhan es untuk sejumlah petambak yang lebih cepat mendorong permintaan lebih banyak dibanding kondisi normal.
Herman yang menyediakan es balok dalam dua hari sebanyak 100 balok, bahkan harus menambah 50 balok untuk memenuhi kebutuhan petambak udang vaname.
Selain bagi petambak udang, kebutuhan es balok rutin diminta oleh pemilik kolam ikan, penjual ikan keliling (pelele) serta nelayan di Muara Sungai Way Sekampung.
“Saat panen dini, biasanya permintaan es balok akan meningkat, apalagi jika panen dini dilakukan oleh sejumlah petambak secara bersamaan, stok kerap habis dan langsung dipasok dari pabrik pembuat es,” terang Herman, salah satu penjual es balok di Jalan Lintas Timur Desa Sidodadi Kecamatan Ketapang, saat ditemui Cendana News, Sabtu (24/11/2018).
Herman menyebut, es balok sangat penting untuk mempertahankan mutu hasil perikanan yang selesai dipanen, untuk dikirim ke sejumlah wilayah. Udang vaname hasil tambak, ikan air tawar budi daya, ikan laut di wilayah tersebut kerap dikirim ke sejumlah kota di Sumatra.
Suhu rendah dari es kerap digunakan pemilik usaha jual beli komoditas perikanan untuk menjaga kesegaran ikan, hingga tiba di lokasi penjualan bahkan ke tingkat konsumen.
Kebutuhan es balok pada kondisi normal, kata Herman, bagi sejumlah petambak udang, lele, dan nelayan berkisar 80 hingga 100 balok es.  Kebutuhan tersebut kerap dipesan oleh petambak untuk proses distribusi dari tambak ke lokasi pengepul yang berjarak lebih dari lima kilometer.
Petambak intensif skala besar, kerap memesan es balok langsung dari pabrik. Petambak tradisional semi intensif masih menjadi konsumen rutin yang memesan es balok dalam jumlah banyak.
“Petambak tradisional pada musim panen dini vaname, kerap membeli lima es balok, pengepul bisa sepuluh balok, tetapi pelele biasanya hanya satu balok,” beber Herman.
Peningkatan kebutuhan es balok, diakuinya justru dari sejumlah jasa ojek udang vaname. Jasa ojek udang vaname merupakan para penyedia pengangkutan udang dari tambak ke pengepul.
Udang vaname harus tetap dalam kondisi segar untuk mencegah pembusukan selama proses distribusi. Satu kali panen, penyedia jasa ojek udang kerap membutuhkan satu balok es yang sudah digiling untuk pengangkutan.
Panen dini udang vaname serta kebutuhan akan es balok yang meningkat, menurut Herman, tidak lantas membuatnya menaikkan harga.
Satu es balok berukuran sekitar 100 cm dengan ketebalan 25 cm dijual seharga Rp28.000, dan saat sudah digiling dijual dengan harga Rp30.000. Sebagian pembeli merupakan pelanggan tetap.
Sebanyak 100 balok es kerap habis dalam kurun waktu dua hingga tiga hari, dengan omzet mencapai Rp2,8 juta hingga Rp3 juta.
“Pada musim panen dini udang vaname, dalam kurun dua hari bahkan bisa lebih dari seratus balok es saya jual, jadi semakin banyak petambak panen penjualan akan meningkat,” beber Herman.
Sunaryo, salah satu pemilik tambak udang vaname di Desa Sidodadi, menyebut sejumlah pemilik tambak sangat tergantung pada es balok.
Es balok yang dibeli biasanya es dalam kondisi sudah digiling, selanjutnya dibawa ke dalam karung. Sesampainya di lokasi tambak es akan dimasukkan dalam blong atau drum, untuk mendinginkan udang. Blong berisi udang yang sudah diberi es tersebut selanjutnya dikirim ke pengepul udang.
Menurut Sunaryo, panen dini udang vaname dilakukan sejumlah petambak akibat perubahan cuaca. Udang vaname yang normalnya dipanen usia 120 hari, terpaksa dipanen pada usia 58 hari. Panen dini tersebut membuat harga udang yang normalnya bisa dijual dengan harga Rp80.000 per kilogram, kini hanya Rp58.000 per kilogram.
Namun, panen dini terpaksa dilakukan untuk menghindarkan dari kerugian yang lebih besar.
“Keberadaan es balok sekaligus ikut menekan kerugian, sebab jika tidak ada es balok, udang akan cepat busuk dan kualitas menurun berimbas harga semakin anjlok,” beber Sunaryo.
Kebutuhan es balok yang meningkat dampak panen dini udang vaname, juga diakui Rudi, salah satu penjual es balok.
Ia menyebut, selain kebutuhan es balok untuk nelayan tangkap ikan, ia juga memasok untuk pengiriman udang vaname. Kebutuhan es balok kerap diminta oleh sejumlah pelaku usaha distribusi udang yang akan melakukan pengiriman ke Pulau Jawa, melalui pelabuhan Bakauheni.
Kebutuhan es balok yang meningkat dari para petambak, kata Rudi, juga seiring dengan membaiknya kondisi cuaca. Nelayan yang melaut dengan bagan congkel kerap membutuhkan empat balok es. Selain digunakan selama melaut saat proses pendaratan ikan, es balok diperlukan untuk distribusi ke lokasi perebusan teri di wilayah Kalianda dan Lampung Timur.
Pada kondisi normal, Rudi menyiapkan 80 es balok, dan saat permintaan meningkat, ia menyediakan sekitar 120 es balok.
Lihat juga...