Sampah Plastik Ancam Lingkungan Pesisir Jakarta

Ilustrasi - Sampah plastik - Dok: CDN

Bukti peristiwa semacam itu, telah banyak didapatkan, misalnya penyu yang memakan kantong plastik, karena dikira sebagai ubur-ubur, yang merupakan salah satu mangsa mereka. Atau peristiwa yang menggemparkan dunia, adalah kasus terdamparnya seekor ikan paus di Selatan Thailand pada Juni lalu, yang setelah diteliti, ditemukan 80 kantong plastik di dalam perutnya.

Bahaya lainnya dari sampah plastik ialah mikroplastik, yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Ketika berada di lautan dalam jangka waktu lama, plastik akan hancur menjadi partikel berukuran sangat kecil dan mencemari lautan. Mikroplastik masuk ke tubuh manusia melalui dua cara, yaitu dari konsumsi ikan yang terkontaminasi zat tersebut, atau saat mikroplastik masuk ke dalam air tanah melalui penguapan air laut pada siklus pembentukan hujan.

“Ironisnya, Indonesia merupakan negara penghasil mikroplastik terbesar kedua di dunia setelah Cina. PR terkait sampah plastik masih menjadi hal utama di Indonesia,” tutur Adji.

Dalam masalah ini, di DKI Jakarta, Kepulauan Seribu berperan sebagai penjaga gawang, bagi kawasan pesisir Ibu Kota. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu, bekerja sama dengan sebuah perusahaan swasta di bidang cat dan pelapis tembok, mengukuhkan pembentukan kelompok Ecoranger, yang akan berperan aktif dalam bantuan penanganan sampah laut, terutama sampah plastik.

Sebanyak 15 nelayan lokal, dikukuhkan menjadi Ecoranger. Mereka berasal dari dua pulau, yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Dalam menjalankan tugas mulianya, para Ecoranger akan mendapatkan pelatihan, mulai dari teknik pengecatan menggunakan cat khusus serta pelatihan pengolahan sampah plastik, agar memiliki nilai ekonomi dan menambah pemasukan para nelayan tersebut. “Ecoranger ini akan dilatih sehingga bisa menyampaikan pentingnya menjaga lingkungan kepada masyarakat di Kepulauan Seribu,” tambah Adji.

Lihat juga...