Rusia, Jerman, Prancis, Turki Serukan Gencatan Senjata di Suriah

Ilustrasi wilayah Suriah - Foto: Dokumentasi CDN

ISTANBUL – Pemimpin Rusia, Jerman, Prancis dan Turki, menekankan pentingnya gencatan senjata lestari di Suriah. Komite untuk membuat konstitusi baru, diminta bersidang pada akhir tahun ini.

Pemimpin empat negara tersebut, berkumpul dalam pertemuan puncak di Istanbul, untuk membahas Suriah, tempat kekerasan terjadi pekan ini di kawasan utama. Ankara, yang telah lama mendukung pejuang, untuk bertempur menggulingkan Presiden Bashar al-Assad. Moskow, sekutu utama presiden Suriah itu, membuat perjanjian, untuk menciptakan daerah bebas militer di kawasan Idlib, Suriah barat laut. Idlib dan kawasan di dekatnya adalah benteng terakhir pejuang, yang mengangkat senjata pada 2011 saat menentang Bashar.

Kawasan itu adalah tempat tinggal 3 juta orang, yang lebih dari setengahnya sudah melarikan diri ke wilayah lain. Sementara pasukan pemerintah bergerak maju. “Rusia dan Turki telah merundingkan perjanjian yang harus dilaksanakan ketat. Jaminan-jaminan dibuat. Kami semua akan waspada guna menjamin komitmen-komitmen ini dipenuhi, dan gencatan senjata stabil dan lestari,” kata Presiden Prancis, Emmanuel Macron.

Terbaru, gempuran di Idlib telah menewaskan sedikitnya tujuh warga sipil, Jumat (26/10/2018). Jumlah korban tewas terbesar di sana sejak serangan-serangan udara Rusia berhenti pada pertengahan Agustus. Berdasarkan atas perjanjian mereka bulan lalu, Turki dan Rusia sepakat untuk membuat zona penyangga sepanjang 10 hingga 15 kilometer, ke wilayah pejuang yang harus dievakuasi seluruh senjata berat dan para pejuangnya.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan, Turki memenuhi kewajibannya, terkait persetujuan mengenai Idlib. “Proses itu tidak mudah, dan Rusia berencana terus bekerja sama,” kata Dia.

Lihat juga...