Sejarah Rumoh Cut Meutia dan Rumoh Aceh di TMII
Editor: Satmoko Budi Santoso
Selain motif bunga, jelas dia, ada motif kaligrafi dan Pinto Aceh yang sudah cukup familiar. Desainnya diciptakan oleh Mahmud Ibrahim alias Utoh Mud, perajin yang mendapat sertifikat dari pemerintah Hindia Belanda.
Inspirasi ciptaannya berasal dari Pinto Khob, yaitu, pintu belakang istana kerajaan Aceh, tempat keluar masuknya permaisuri Sultan Iskandar Muda, jika ingin ke tempat pemandian. Di sebelah rumah ini terdapat Kreong Padi atau lumbung padi dan penumbuk padi kayu atau jengki.
Dalam rumah Cut Meutia ini dipamerkan contoh kamar Cut Meutia, pelaminan dan dapurnya. Ini sejarah bangsa yang layak diketahui oleh generasi muda.
Adapun replika Rumoh Aceh, terbagi menjadi tiga ruangan. Yaitu jelas Cut, Seramo Keue atau serambi depan yang berfungsi untuk menerima tamu. Seramo Jureu atau ruang tengah, untuk tempat tinggal keluarga inti. Seramo Likot atau serambi belakang merupakan dapur.
Dianjungan ini, masing-masing ruangan tersebut memamerkan budaya adat Aceh dari 23 kabupaten/kota meliputi, pakaian pengantin, jenis-jenis senjata, dan hasil kerajinan. Tersaji juga tempat duduk pengantin dengan hiasan sulaman khas Aceh. Tempat tidur pengantin dengan tujuh lapis seprei dan tujuh tutup kelambu.
Menurutnya, rumah adat yang berasal dari Sumatera, rata-rata hampir sama karena berpakem adat melayu yang ditopang oleh dengan kayu.
“Rumoh Aceh di anjungan ini, adalah tipe rumah Aceh Cut Nyak Dien, di Daerah Lampisan, Banda Aceh. Kalau Rumoh Cut Meutia di daerah Bukit Perak Kabupaten Aceh Utara,” ujarnya.
Ornamen lukisan rumah adat Aceh lebih ke tumbuhan atau flora. Ini, jelas Cut, karena Aceh itu bersyariat Islam tidak boleh menggambarkan ornamen dan relief kepada makhluk yang bernyawa dalam bentuk binatang.