Menjadi Uskup Ibarat, Memasuki Zona Tidak Nyaman

Editor: Mahadeva WS

MAUMERE – Menjadi seorang Uskup, Pemimpin Umat Katolik di Keuskupan, ibarat memasuki zona tidak nyaman. Tantangan dan kesulitan serta penderitaan yang dialami, membutuhkan komitmen dan kerja keras.

“Menjadi Uskup menerima sebuah kehormatan, melayani lebih luas, tetapi di pihak lain menerima tugas dan tanggungjawab maha berat, menjadi pewarta injil, melayani sakramen-sakramen dan melaksanakan tugas kegembalaan,” sebut Mgr. Silvester San, Rabu (26/9/2018) malam.

Dalam kotbah perayaan tahbisan, Uskup Maumere Mgr. Edwaldus Martinus Sedu, Mgr.San menegaskan, akan ada serigala-serigala ganas yang menggangu umat, dan ada pengajar-pengajar palsu yang menyesatkan umat. “Di jaman globalisasi ini, umat masih menggalami dualisme dalam hidup beragama. Umat menghadapi tantangan sekularisme, materialisme, konsumerisme, hedonisme dan berbagai informasi palsu di media sosial yang sering menyesatkan,” tandasnya.

Mgr.Edwaldu Martinus Sedu, Uskup Maumere – Foto Ebed de Rosary

Meskipun memasuki zona yang tidak nyaman, Mgr.Ewaldus Martinus Sedu, tidak takut. Ada kerjasama serta jejaring bersama imam, tokoh-tokoh awam dan umat di seluruh Keuskupan Maumere. “Umat Kesukupan Maumere telah mengenal Mgr.Edwaldus Martinus Sedu sebagai imam dan Vikjen yang sabar, banyak tertawa, kebapakan dan rendah hati selama menjalani tugasnya sebagai gembala umat,” ungkapnya.

Duc In Altum, bertolak ke tempat yang lebih dalam tegas Mgr.San, merupakan moto yang dipilih Mgr.Edwald. Moto itu bermakna, bagi panggilan sebagai Uskup Maumere yang baru. “Bertolak ke tempat yang dalam bagi Mgr. Ewald, menunjukan kesungguhan menjadi seorang Uskup, untuk terus memperdalam iman dan pengetahuan, demi pelayanan yang lebih berhasil,” harapnya.

Lihat juga...