2019, BI Perkirakan Rupiah Bergerak di Rp14.300-Rp14.700 Per Dolar
Sayangnya, transaksi berjalan hingga kuartal II 2018 masih defisit di tiga persen terhadap PDB. Di 2019, Perry menyebut, neraca transaksi berjalan memang masih akan defisit, namun besaran defisitnya akan menurun. Salah satu penyebabnya, adalah penerapan kebijakan bahan bakar biodiesel, yaitu campuran 80 persen minyak solar, dan 20 persen minyak sawit (B20), untuk semua sektor mulai 1 September 2018.
Di 2018, selama empat bulan kebijakan B20 diterapkan, akan terjadi penurunan impor, hingga 2,2 miliar dolar AS. Di 2019, proyeksi penurunan impor akan mencapai minimal enam miliar dolar AS. Jika impor menurun, maka jumlah devisa yang terbuang keluar negeri juga akan menurun. Maka amunisi devisa untuk menopang nilai tukar rupiah juga akan semakin kuat.
Kemudian dengan B20, terdapat tambahan devisa dari penghasilan ekspor minyak sawit mentah (CPO), karena kenaikan harga komoditas tersebut. Secara perhitungan kasar, BI melihat kebijakan B20 akan mengurangi defisit transaksi berjalan dengan tambahan devisa 9-10 milair dolar AS di 2019.
Di 2018, Bank Sentral, akan tetap melakukan intervensi ganda di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN). Hal itu sebagai upaya menahan pelemahan rupiah, serta juga mempermurah biaya barter (swap) valas.
Intervensi ganda dilakukan BI dengan menstabiliasi pasar valas, agar likuiditas terjaga, dan membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas investor asing di pasar sekunder. “Hari Jumat (31/8/2018) di pasar SBN kami beli Rp4,1 triliun yang dijual oleh asing,” pungkasnya. (Ant)