“Rumah AB-6 adalah konsep rumah sederhana, tumbuh bagi masyarakat korban bencana. Dibuat cuma oleh 6 orang pengungsi, bukan tukang, dalam waktu 6 jam, biaya tidak lebih Rp.6 juta,” jelas dokter lulusan Undip 1989, memberi makna angka 6 pada konsep rumahnya.
Dia menambahkan, Rumah AB-6 pernah dibangun di Aceh, dan di uji coba di Merapi bersama PMI Semarang. Bahkan saat itu hanya menghabiskan biaya Rp5,4 juta. Uang sisa sebesar Rp.600 ribu lalu disumbangkan pada korban pemilik rumah.
Budi melanjutkan, Rumah AB-6 ini berukuran 4×5 meter, lantai berupa semen atau plastik MMT bekas, dan atap seng. Meski rumah dibuat dari kayu, namun yang istimewa adalah Rumah AB-6 tahan gempa hingga 7,4 SR.
“Rumah AB-6 adalah solusi yang tepat guna. Karena murah dan mudah, sehingga rehabilitasi rumah bisa dimajukan agar keluarga segera memulai kehidupannya kembali,” tuturnya.

Betapa, bencana gempa atau tsunami menghancurkan banyak sekali rumah rakyat. Tentu, tidak sedikit diperlukan dana dan waktu yang panjang untuk menyediakan rumah baru bagi mereka.
Hunian sementara seperti tenda, memang sangat menolong korban. Walaupun begitu, hidup dalam tenda sangat dibatasi oleh beberapa faktor seperti ketahanan tenda, psikologi penghunian, kenyamanan, dan lain-lain.
Menciptakan rumah murah, cepat dan tumbuh, sangat diperlukan terutama pada bencana besar dimana ratusan hingga ribuan rumah rusak dan perlu pengganti. Bermula dari itulah, Budi Laksono mengusulkan pembuatan rumah cepat.