SAR Bakauheni Imbau Nelayan Jauhi GAK

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda, antara provinsi Banten dan Lampung, terus mengeluarkan letusan. Terakhir, pada Senin (20/8/2018), terpantau sejak pukul 15:05 hingga 15:37 WIB, bahkan hingga menjelang malam.
Pantauan Cendana News dari radius tiga kilometer, tinggi letusan bervariasi, dari 100 meter hingga 500 meter, dengan interval waktu sekitar 15 menit hingga 30 menit. Suara dentuman cukup keras, bahkan menyertai ketika letusan terjadi dengan arah material letusan mengarah ke barat.
Asap tebal berwarna hitam membubung ke angkasa, disertai guguran material panas berasap, terlihat menyebar dari puncak kawah turun area GAK. Namun, sejumlah nelayan tradisional asal wilayah pesisir Kalianda dan Rajabasa, Lampung Selatan, terlihat masih nekat melakukan aktivitas menangkap ikan di dekat Pulau Panjang, Pulau Sertung dan Pulau Rakata Besar, yang berada tak jauh dari GAK.
Rahmat Afrizal, Kepala Unit Badan Pencarian dan Pertolongan Kantor Search and Rescue Nasional Lampung (Basarnas) pos Bakauheni, saat mengimbau nelayan menjauhi GAK yang meletus [Foto: Henk Widi]
Meski letusan terjadi dalam beberapa kali dan suara gemuruh, nelayan terlihat tidak khawatir. Dua nelayan asal Kalianda yang ditemui di sekitar GAK, mengaku nekat mencari ikan, meski tahu ada imbauan dari instansi terkait, agar tidak mendekati kawasan tersebut.
Rahmat Afrizal, Kepala Unit Badan Pencarian dan Pertolongan Kantor Search and Rescue Nasional Lampung (Basarnas) Pos Bakauheni, menyebut, pihaknya telah mengimbau nelayan, agar tidak mendekat ke GAK.
“Kami sudah berkoordinasi dengan petugas pos pengamatan GAK yang ada di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, serta Badan Nasional  Penanggulangan Bencana untuk mengetahui status terkini gunung api di Selat Sunda. Hari ini, aktivitas masih terlihat didominasi letusan,” terang
Rahmat Afrizal, Senin (20/8/2018)
Rahmat Afrizal, mendampingi Jumaril, selaku Kepala Kantor SAR Lampung, menyebut, petugas pos SAR Bakauheni menggunakan kapal rib untuk mengimbau nelayan.
Imbauan kepada nelayan untuk mengantisipasi letusan lebih besar yang berpotensi mengeluarkan material vulkanik berupa pasir, batu apung, debu dan awan panas yang bisa membahayakan.
Dikhawatirkan jika nelayan melakukan aktivitas di dekat GAK dengan peralatan tradisional, akan sulit menjauhi lokasi saat letusan besar GAK terjadi.
Rahmat Afrizal bersama personel kantor SAR Lampung, didampingi Golib, petugas Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD), jugamemantau dampak abu vulkanik bagi pelayaran di pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni.
Sesuai dengan pengamatan visual, Rahmat Afrizal memastikan letusan yang diamati hampir belasan kali saat tim kantor SAR Lampung berada di dekat GAK, arah material vulkanik mengarah ke barat atau Samudera Hindia.
Kolom abu yang disebabkan oleh letusan dari puncak kawah selanjutnya terbawa angin ke arah barat, sehingga tidak mengarah ke Pulau Sebesi, Pulau Sebuku serta jalur pelayaran Pelabuhan Bakauheni-Merak.
Sesuai data resmi dari Pusat Data Informasi BNPB, Rahmat Afrizal menyebut letusan cukup banyak terjadi pada Sabtu (18/8), mencapai 576 kali sepanjang hari.
Letusan tersebut disertai lontaran abu vulkanik, pasir, batu pijar dan suara dentuman. Selain itu, juga disertai gempa tremor yang tercatat oleh seismogram.
Letusan yang terjadi mengutip data BNPB, diakui Rahmat Afrizal terbanyak terjadi pada (30/6), dengan jumlah letusan 745 kali. Letusan yang terjadi hanya kecil, namun beruntun tersebut, masih belum berpengaruh pada jalur penerbangan dan pelayaran di Selat Sunda.
Kondisi tersebut membuat status GAK masih berstaus Waspada, dengan radius zona berbahaya dua kilometer. Sejumlah kapal kargo, kapal tanker dan kapal tongkang, memilih menggunakan jalur yang jauh dari GAK yang masih aktif tersebut.
Sebelumnya, berdasarkan pantauan Cendana News, sejumlah nelayan di Desa Way Muli, Kecamatan Kalianda, mengaku sempat mengalami hujan abu vulkanik GAK. Debu vulkanik tersebut terjadi saat angin mengarah ke timur ke wilayah perkampungan.
Lihat juga...