Indonesia Kekurangan Sejarawan Seni

Editor: Satmoko Budi Santoso

Bonnie Triyana - Foto: Akhmad Sekhu

Menurut Bonni, Persagi menampilkan realita lain yang ada di kehidupan masyarakat Indonesia yang orang tidak pernah lihat.

“Karena sebagai bangsa yang dijajah, seniman punya cara pandang lain yang juga sama-sama penting dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia,“ ujarnya.

Dua bulan lalu, Bonnie diundang untuk ceramah di Stedelijk Museum di Amsterdam Belanda untuk mempresentasikan tentang propaganda seni dan di saat yang bersamaan ada pameran lukisan Otto Djaja dan Agus Djaja.

“Saya setengah digugat oleh Ucok, Aminudin TH Siregar, siapa bilang Mooi Indie terkesan buruk sedangkan Persagi itu terkesan heroik sehingga lebih tinggi posisinya. Saya bukan bicara seperti itu, karena saya tidak bicara dari segi estetika dan lukisannya. Tapi saya bicara tentang gagasan dari Barat yang kemudian diterima, dieloborasi, dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia,“ paparnya.

Bonnie menegaskan bahwa Persagi itu sangat politis, Mooi Indie juga sebenarnya politis.

“Yang luput dari pandangan orang, Mooi Indie dianggap sebagai sebuah aliran kumpulan pelukis yang hanya melukis yang indah-indah saja dari Hindia Belanda, yang kesannya apolitis. Padahal di dalam lukisan-lukisan Mooi Indie yang sangat indah-indah itu tersembunyi pesan politis yang sama kuatnya karena memilih realita yang ditampilkan dalam karya seni. Itu sebuah tindakan politis,“ urainya.

Persagi menampilkan kehidupan rakyat kecil yang tertindas itu politis, kata Bonnie.

“Dari situ mulailah benturan perdebatan gagasan besar yang terkandung di dalam dua kelompok itu,“ ujarnya.

29 tahun kemudian setelah Persagi, kata Bonnie, seni sebagai salah satu perjuangan politik sangat mempengaruhi sejarah.

Lihat juga...