Ekonom: Freeport Tidak Layak Masukkan Cadangan SDA Hingga 2041
Editor: Makmun Hidayat
“Pada hakekatnya, pertambangan di Indonesia bukan sekedar investasi tapi sekaligus bentuk invansi. Di era pemerintahan Joko Widodo bentuk invansi makin nyata dengan mengizinkan Tenaga Kerja Asing (TKA) bekerja di Indonesia, ratusan senjata masuk ke Morowali, dan sekarang masalah Freeport,” ujarnya.
Dalam perjanjian sebelumnya, sebut dia, Freeport belum menunaikan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) langsung di Papua.
Belum juga smelter berdiri, perjanjian kontrak terus berjalan. Ini menurutnya, karena Freeport selalu mendapatkan perlakuan istimewa padahal pada 31 Juli 2018 mendatang keluasaan Freepot untuk mengekspor barang mentah sudah jatuh tempo.
Sesungguhnya, kata dia, sejak diminta renegosasi, ini dalam posisi tawar yang sangat luar biasa untuk Freeport tidak ekspor konsentrat. Tapi faktanya bisa diperpanjang, dimana ada pihak-pihak lain yang berkepentingan atas posisi transaksi ini.
Seperti diketahui pada Kamis (12/7/2017) penandatangan Head of Agreement (HoA) terkait pokok-pokok perjanjian Divestasi Saham PT Freeport Indonesia.
Penandatanganan HoA diteken oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Freeport-McMoran, dan Rio Tinto. HoA mengatur kesepakatan awal terkait proses transaksi penjualan saham Freeport-McMoran dan hak partisipasi Rio Tinto di Freeport Indonesia ke Inalum.
Sebelumnya, Inalum akan mengeluarkan dana sebesar USD 3,85 miliar atau Rp 55,37 triliun untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia (PTFI) dan 100 persen saham FCX di PT Indocopper Investama, yang memiliki 9,36 persen saham di PTF. Para pihak akan menyelesaikan perjanjian jual beli ini sebelum akhir tahun 2018.