MEMERANGI LEPROPHOBYA (3): TITIK TERANG DI SUDUT HARAPAN

Oleh: Siti Hardiyanti Rukmana

Akhirnya tepuk tangan yang meriah mengiringi syukur saya pada Ilahi yang memberi saya kekuatan dan kemampuan menjawab pertanyaan tersebut. Terima kasih ya Robb…

Walaupun kemajuan sudah kami capai, namun terasa belum maksimal penyuluhan ini. Terpikir oleh saya, alangkah indah dan baiknya apabila bapak sebagai Presiden Republik Indonesia, berkenan menerima mereka.

Akhirnya saya menghadap Bapak (Presiden Soeharto).

“Bagaimana dengan sekolahmu tentang kusta dengan Prof Adiyatma wuk,” belum saya bicara bapak sudah bertanya duluan sambil tersenyum.

“Sangat luar biasa manfaatnya untuk membuka hati saya pak, bahwa ada masyarakat lain membutuhkan masyarakat lain yang lebih beruntung untuk membantu mereka. Kasihan pak melihat mereka. Dengan segala keterbatasan mereka, berjuang merajut hidup yang lebih baik pak.”

Bapak tersenyum mendengar laporan saya, dan bapak berkata :

“Alhamdulillah kamu semakin matang dalam melihat kesulitan orang lain. Manusia dikodratkan untuk saling tolong menolong. Bagi yang lebih beruntung, harus menyadari bahwa keberuntungannya itu ada bagian hak orang lain yang dititipkan Tuhan. Sisihkan dan berikan pada yang membutuhkan apapun itu bentuknya. Bisa harta benda, bisa pemikiran, bisa juga tenaga, bisa juga makanan walaupun sebungkus, bahkan bisa hanya sebuah senyuman yang bisa menyejukkan suasana. Itulah yang dinamakan Kesetiakawanan antar umat Tuhan YME.”

“Bapak, sebenarnya dalem (saya) mau mohon bapak untuk……”

“Bertemu dengan bekas penyandang kusta,” bapak memotong omongan saya.

“Kok Bapak pirso (tahu) yang dalem (saya) inginkan?” kaget saya bertanya.

“Bapak juga berniat ingin menemui mereka. Mereka bagian dari bangsa Indonesia juga. Bagian dari tanggung jawab Presiden,” kata bapak.

Lihat juga...