MEMERANGI LEPROPHOBYA (1): MENEPIS KERAGUAN

(Oleh: Siti Hardijanti Rukmana)

“Inggih pak (iya pak)”, saya mengiyakan.

Ngene wuk (begini nak), memang kusta penyakit yang sangat menakutkan, karena ketidaktahuan masyarakat tentang hal ini. Bapak memaklumi kekhawatiranmu. Tapi mereka juga perlu bantuan dari masyarakat lain yang sehat. Coba kamu bayangkan, mereka sudah sakit jasmaninya, juga harus tertekan perasaannya, karena dikucilkan masyarakat lain. Tidak ada dari mereka yang mau terkena penyakit kusta,” Bapak berhenti sebentar sambil menghela nafas.

“Jadi kalau kamu mau membantu mereka,” lanjut bapak, “Itu akan sangat baik sekali. Tapi bapak sarankan kamu cari tahu dahulu mengenai penyakit kusta itu bagaimana cara penularannya, kenapa bisa terkena kusta, apakah sudah ada obatnya, apakah akan kambuh lagi, dan yang lain-lain yang berkaitan dengan penyakit kusta ini. Kamu sebaiknya menghadap Menteri Kesehatan Prof. Adiyatma, beliau ahli penanganan penyakit kusta. Kamu belajar dari beliau seluk beluk penyakit kusta ini.”

Masya Allah. Kalau begini ucapan bapak, berarti ini bukan satu pilihan, melainkan sudah menjadi perintah.

Singkat cerita, saya menghadap bapak Adiyatma dan menyampaikan niat saya untuk membantu penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit kusta, sehingga akan hilang leprophobia (rasa takut pada lepra atau kusta). Beliau menyambut gembira sekali dan akan mentutor saya bahkan akan mendampingi saya untuk memperkenalkan langsung dengan penyakit kusta itu sendiri di Sitanala.

“Mbak Tutut, sebenarnya kusta ini tidak seseram yang orang bayangkan selama ini. Yang kita lihat seram bentuknya itu, seperti lepas jari-jari tangan ataupun kaki kulit hancur, itu karena penderita tidak menyadari dia terkena kusta, sehingga telat penanganannya, sebenarnya kalau ditangani secara cepat, sedini mungkin, tidak akan menimbulkan cacat bahkan bisa sembuh. Jadi penyuluhan kepada masyarakat sangatlah penting. Kalau mbak Tutut mau melakukan penyuluhan, ini akan sangat membantu.”

Lihat juga...