MEMERANGI LEPROPHOBYA (1): MENEPIS KERAGUAN
(Oleh: Siti Hardijanti Rukmana)
Suatu hari di pertengahan tahun 1987, saya mendapat surat dari RS Sitanala yang menyatakan bahwa mereka menginginkan saya ikut menangani bekas penyandang kusta, dengan memerangi LEPROPHOBYA (takut terhadap Kusta). Pada saat itu kusta sangat menjadi momok dalam mitos masyarakat.
Terus terang pada saat itu yang pertama terfikir dari benak saya, adalah ‘kalau aku menangani apa tidak tertular kusta?’.
Lalu anak-anakku masih kecil, bagaimana kalau mereka tertular?. Dan masih banyak lagi alasan-alasan yang menakutkan.
Namun di sisi lain hati saya, mengatakan ingin sekali membantu mereka. Apalagi dikatakan mereka tersisih dan terbuang dari masyarakat. Akibat ketidaktahuan masyarakat tentang kusta.
Di antara kebimbangan yang berkecamuk di hati, akhirnya saya putuskan untuk bertanya pada bapak, sebelum saya menolak ataupun menerima tawaran tadi.
“Bapak, saya mendapat tawaran dari Rumah Sakit Kusta Sitanala, untuk membantu menangani bekas penyandang kusta, dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat.” Saya mulai menyampaikan masalah saya, bapak terlihat mendengarkan dengan seksama.
Saya lanjutkan melapor : “Sejujurnya bapak, ada keinginan di hati membantu mereka, tapi di lain pihak ada rasa takut kalau saya tertular nanti bagaimana. Ada yang mengatakan pula kalau sudah dinyatakan sembuh tidak akan menular lagi pak. Kata mereka yang lebih kasian anak-anak mereka yang terlahir sehat walafiat, tidak diterima di sekolah umum karena murid-murid dan orang tuanya serta para guru takut tertular. Jadi sebaiknya bagaimana pak, saya terima atau saya tolak saja.”
Bapak sambil memandang saya menjawab : “ini Rumah Sakit yang di Tangerang tho”