Panen Raya, Harga Kelapa Sawit di Lamsel, Berangsur Turun

Editor: Koko Triarko

Badiman yang memiliki satu hektare lahan kebun kelapa sawit mengaku memanen TBS kelapa sawit rata-rata dua ton sekali panen. Menjelang bulan Ramadan, ia menyebut dengan kondisi cuaca yang cukup mendukung hasil panen serta kualitas TBS yang dipanennya cukup baik, dibandingkan dengan saat masa panen penyelang.

Pemanenan dilakukan dengan penebasan TBS, selanjutnya dikumpulkan di tepi kebun menunggu pembeli melakukan proses penimbangan untuk didistribusikan ke pabrik pengolahan kelapa sawit.

“Kami kerap menjual TBS sawit dengan melihat proses penimbangan, selanjutnya mendapatkan nota. Uang tunai baru bisa saya peroleh dari pengepul setelah TBS sawit dijual ke pabrik,” terang Badiman.

Penurunan harga TBS kelapa sawit yang terjadi sepanjang bulan Maret hingga Mei juga diakui oleh Solihin (30), petani di Desa Gandri, Kecamatan Penengahan.

Selama ini, katanya,  harga TBS sawit di wilayah tersebut memiliiki selisih harga yang jauh lebih rendah dari kecamatan lain. Faktor akses jalan dan biaya distribusi diakuinya menjadi penyebab harga lebih rendah. Lokasi kebun yang jauh dari jalan utama, membuat beban distribusi ikut ditanggungnya, termasuk biaya untuk ojek angkut dengan sistem upahan Rp200.000 per ton.

“Pengepul akan melakukan pemotongan biaya distribusi, karena jarak yang jauh dari jalan utama, ditambah kondisi jalan yang buruk,” papar Solihin.

Harga TBS kelapa sawit disebutnya lebih tinggi dengan selisih hingga Rp250 per kilogram di beberapa Kecamatan, yakni di Sidomulyo dan Ketibung. Wilayah tersebut secara geografis dekat dengan pabrik pengolahan kelapa sawit di Panjang, sekaligus dekat dengan pelabuhan peti kemas Panjang yang memudahkan proses ekspor.

Lihat juga...