Janji dalam Badai

CERPEN OKY E. NOORSARI

SUM memejamkan mata, mencoba menangkap setiap desir suara yang mungkin ada. Tapi, masih sama seperti lima belas menit yang lalu. Hening.

Tunggu di ujung barat jembatan. Selasa. Aku akan tiba setelah Dhuhur.

Semalaman Sum memikirkan pesan yang dia baca dari ponsel milik Oman, pesan dari Tian. Tekadnya bulat sudah.

Bergegas dia membuka lemari bajunya. Dahinya berkerut selagi memilih berhelai-helai baju yang dia tarik dari tumpukan. Tergesa dia memakai semuanya. Ya, semuanya. Seorang perempuan berjalan melintasi jembatan dengan menjinjing tas pakaian pasti akan menarik perhatian orang.

Tapi, tidak akan menyolok kalau perempuan itu hanya terlihat berbadan subur saja. Paling orang akan mengira dia Yu Sarmi atau Mbok Jiman, perempuan-perempuan berbadan gemuk di desanya.
***
“MAKANYA aku nggak setuju kemarin itu kamu ikut nyinden di Omah Kayu. Ternyata lirik-lirikan sama laki-laki dari kota.”

Mulut Mak Setu memuntahkan kesal selagi tangannya membersihkan tanah yang melekat pada telo pendhem (ketela) panenan hari ini.

“Laki-laki itu kerjaannya cuma supir Sum. Bawa tamu-tamu dari Jakarta. Penghasilannya nggak jelas, nggak tentu!” Pak Rebo ikut menambah panjang omelan istrinya. Tangannya sibuk melinting tembakau dengan kaki mencangkung di atas lincak.

“Mbok masih mending si Oman. Dia itu guru. Tiap bulan bayaran. Guru! Sudah mesti pinter!”

“Mas Tian bukan supir, Pak. Dia kerja kantoran. Kalau sedang libur saja dia ngantar tamu pelesiran.” Sum mencoba berani membela kekasihnya.

“Halah! Itu biar kamu tambah kesengsem saja!”

Sum menutup gorden pintu kamarnya, meskipun tahu kalau itu percuma. Suara Mak dan Bapak bersahut-sahutan menelusup mengikutinya. Sum berbaring miring dan menutup kepalanya dengan bantal tipis.

Lihat juga...