Dilema Petani Hortikultura, Harga Anjlok Saat Cuaca Ekstrem

Editor: Satmoko

Penurunan harga tersebut menyesuaikan biaya pasca produksi selama musim hujan. Pengepul diakuinya harus mengeluarkan biaya ekstra untuk ongkos pengangkutan bahkan tingkat pembusukan buah yang tinggi.

Kondisi cuaca ekstrim juga membuat harga tidak stabil terutama di tingkat petani. Masa panen yang tidak bisa ditunda pada jenis sayuran tersebut sekaligus menjadi pemicu kerugian bagi petani penanam sayuran.

Penyortiran hasil panen cabai merah pasca panen sekaligus dianginkan menghindari pembusukan [Foto: Henk Widi]
“Kalau tidak dipanen justru petani akan rugi lebih besar karena sayuran semakin tua sementara saat dipanen harga anjlok,” keluhnya.

Selain Untung, petani lain bernama Suminah yang menanam cabai juga menyebut saat masa panen resiko kerusakan cabai lebih tinggi. Dilema yang dihadapi diakuinya saat proses panen bertepatan dengan musim hujan berimbas cabai berpotensi busuk.

Selain itu dibandingkan panen sebelumnya harga juga turun dari semula Rp 36.000 menjadi Rp32.000 per kilogram. Pemanenan dengan hasil rata-rata lima kuintal lebih kerap dijual untuk pangsa pasar lokal dan sebagian dikirim ke luar Lampung.

Suminah menyebut masa panen cabai yang bisa dilakukan hingga belasan kali terkendala oleh hujan. Sebagian pekerja bahkan terpaksa berhenti memanen akibat hujan deras dan hasil panen cabai harus dikeringkan.

Petani di wilayah tersebut juga belum memiliki alat pengering menghindari cabai hasil panen membusuk. Selain cabai merah kondisi yang sama diakuinya terjadi pada tanaman tomat yang juga ditanam olehnya dan sejumlah petani anggota poktan.

Lihat juga...