Usaha Gula Merah di Lamsel Mulai Bergairah
Editor: Koko Triarko
Selain itu, adanya pengepul sekaligus pemodal yang membantunya membuat ia tidak kuatir kesulitan menjual gula. “Kami juga memiliki kelompok pembuat gula beranggotakan sepuluh orang, dan kerap mengadakan arisan bulanan dan memiliki uang kas,” terang Kadar.
Meski memiliki kelompok, Kadar menyebut, usaha pembuatan gula merah di desa tersebut belum pernah mendapatkan bantuan. Sebagian alat dan fasilitas pembuatan gula merah disebutnya dibeli dengan modal sendiri. Alat pembuatan berupa wajan, alat cetak sebagian sudah dalam kondisi memprihatinkan, sehingga perlu peremajaan. Penggunaan yang terus-menerus diakuinya membuat sebagian alat cepat aus, sehingga arisan kelompok bisa membantu untuk membeli alat baru.
Purnomo (30), generasi kedua perajin gula merah di Desa Pematangbaru, mengaku menyewa 50 batang pohon kelapa dengan biaya Rp1,5 juta per tahun. Menghasilkan sebanyak 25 kilogram gula merah setiap dua hari sekali. Membaiknya harga gula merah disebutnya cukup menguntungkan produsen gula kelapa, meski ia mengakui masih bergantung pada bos atau pengepul gula.
Salah satu kendala permodalan, diakui Purnomo karena sebagian warga tidak berani mengajukan kredit usaha ringan (KUR) ke bank dengan syarat yang sulit. Jalan satu-satunya dilakukan dengan meminjam uang dari bos yang sekaligus sebagai tengkulak atau pengepul gula.
Meski demikian, membaiknya harga gula dari semula Rp6.000 menjadi Rp8.000 per kilogram dan masih berpotensi naik mendekati Ramadan dan Idul Fitri, bisa meningkatkan ekonomi produsen gula merah.