INDEF : Rupiah Melemah, Subsidi Belanja Membengkak, ini Berbahaya
Redaktur: ME. Bijo Dirajo
JAKARTA — Ekonom Institute for Development of Economiy and Finance (INDEF), Bhima Yudisthira Adhinegara mengatakan, jika nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dipastikan akan berisiko. Ini dikarenakan dari belanja subsidi tidak akan cukup, dan Indonesia juga terus mengimpor minyak.
“Ini mengakibatkan subsidi belanjanya bisa membengkak. Kalau tidak ditambah, siap-siap saja devisit anggarannya melebar,” kata Bhima saat dihubungi Cendana News di Jakarta, Jumat (9/3/2018).
Disebutkan, nilai rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang saat ini berada di atas angka Rp 13.700. Kalau rupiah melemah, otomatis beban subsidi BBM dan listrik naik.
Apalagi, sebut dia, pemerintah punya kewajiban membayar utang luar negeri yang jatuh tempo di 2018 yang menurut data Bank Indonesia (BI) berada di kisaran 9,1 miliar dolar AS. Ini setara dengan nilai kurs sekarang sebesar Rp 127 triliun.
“Rp 127 triliun itu kalau sampai tembus di level Rp 14.000-Rp 15.000 per dolar AS otomatis utang pemerintah makin besar. Ini berbahaya,” tukas Bhima.
Melemahnya rupiah ini menurutnya, juga berdampak pada industri pengolahan manufaktur yang terlalu mengandalkan bahan baku impor. Apalagi industri, seperti petrokimia, farmasi, dan tekstil, yang 90 persen bahan bakunya impor dampaknya akan terasa sekali, biaya produksi akan naik signifikan.
Menurutnya, kalau biaya produksinya naik, sementara permintaan masih stagnan, maka yang dikhawatirkan akan terjadi efisiensi yang berujung pada PHK massal.
“Jadi tidak benar yang bilang bahwa ketika rupiah melemah menguntungkan ekspor dan investasi. Justru kita akan terpuruk, karena ketergantungan bahan impor yang sangat besar di beberapa industri manufaktur,” jelasnya.