Permintaan Kayu Merah Tinggi, Dorong Penebangan dan Kelangkaan
Editor: Satmoko
Saleh (40) salah satu makelar jual beli kayu merah mengaku, permintaan akan kayu merah terbanyak justru ke wilayah Jawa Barat dan Jakarta. Dari petani ia membeli seharga Rp1 juta hingga Rp2 juta dan sesampainya di tujuan bisa seharga Rp3 juta hingga Rp4 juta per kubik.
Permintaan kayu merah umumnya digunakan untuk pembuatan furnitur rumah tangga dan juga berbagai keperluan bahan bangunan berupa pintu dan jendela.
“Saya sudah enam tahun menjadi perantara jual beli kayu merah. Sebagian warga di wilayah Lampung Selatan justru dominan menggunakan jenis kayu putih di antaranya medang dan sengon dibanding kayu merah,” beber Saleh.
Tren penggunaan kayu merah diakui Saleh membuat sebagian pohon kayu di Lampung Selatan banyak ditebang. Meski demikian, pola tebang pilih masih dilakukan oleh pemilik kebun dan melakukan penanaman kayu jenis lain. Jenis kayu yang ditanam di antaranya sengon, jati ambon, dan albasia daun lebar yang lebih cepat panen pada usia enam tahun.
Saleh menyebut, sebagian besar kayu merah berupa kayu bayur umumnya merupakan tanaman liar dan tidak dibudidayakan. Meski demikian, tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis tinggi.
Bahkan ia pernah membeli dari petani puluhan batang dengan sistem kubikasi hingga mencapai Rp80 juta. Sebagian pemilik kayu dengan lahan yang masih bisa ditanami menggunakan lahan untuk menanam jagung dan menanam kayu sengon sebagai investasi.
“Penebangan silakan dilakukan asal dilakukan reboisasi dan dilakukan sistem tebang pilih kayu yang usianya sudah pas untuk bahan bangunan,” beber Saleh.
Ketersediaan bibit pohon saat ini juga semakin mudah diperoleh dari Pusat Persemaian Permanen milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Kecamatan Ketapang.