Kementan-FAO Kembangkan Pertanian Konservasi di Sulteng
JAKARTA – Kementerian Pertanian bersama Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengembangkan konsep pertanian konservasi di Sulawesi Tengah. Kegiatan tersebut untuk mendukung Upaya Khusus (upsus) produksi jagung di lahan kering.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tengah, Trie Iriany Lamakampali memaparkan, lahan kering di Sulteng mencapai luas sekitar 5 juta ha. Dari lahan tersebut, 600-700 ribu ha diantaranya mampu digunakan untuk pengembangan lahan pangan termasuk jagung.
Pertanian konservasi, diharapkan dapat menghidupkan kembali lahan-lahan kering tersebut. “Harapannya bisa mendukung pencapaian target luas tambah tanam tanam dan produktivitas dalam kegiatan UPSUS, terutama jagung,” jelasnya di sela-sela acara Sosialisasi Pertanian Konservasi di Sulteng yang digelar di Kantor Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Palu, Senin (12/2/2018).
Kepala Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Balitbangtan, Kementan Dedi Nursyamsi menjelaskan, pentingnya pelestarian fungsi air dan tanah dalam pembangunan pertanian. Penggunaan bahan organik dapat menjaga tanah tetap lembab karena sifat bahan organik yang memegang air.
“Bahan organik itu mampu menahan air hingga 3-10 kali lipat dari dirinya sendiri. Bisa dibayangkan bila kita benamkan bahan organik 1 ton/ha ke dalam tanah, berarti ada persediaan air di tanah hingga 1000 liter air yang nantinya dapat digunakan tanaman terutama di musim kering,” jelasnya.
Dedi yang juga penanggung jawab Upsus di beberapa kabupaten di Sulteng mengatakan, bahwa konservasi air dan tanah merupakan komponen utama dalam Sistem Pertanian Konservasi. Pengelolaan bahan organik yang benar, selain dapat mengkonservasi fungsi air dan tanah, juga dapat meningkatkan kesuburan tanah yang akhirnya meningkatkan produktivitas.