PALU – Selama 2017, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) menerima 219 laporan dan pengaduan masyarakat. Hingga memasuki 2018 ini tercatat masih ada 22 laporan yang mendapatkan proses penanganan.
Laporan yang diterima tersebut berasal dari sejumlah daerah, di antaranya Kota Palu 118 laporan, Kabupaten Sigi 27 laporan, Kabupaten Poso 6 laporan, Kabupaten Donggala 16 laporan, Kabupaten Buol 3 laporan, dan Kabupaten Tolitoli 15 laporan.
Kemudian Kabupaten Tojo Una-Una 5 laporan, Kabupaten Morowali Utara 9 laporan, dan Provinsi Sulawesi Utara 1 laporan. “Sebanyak 197 laporan telah selesai, dan 22 laporan sementara dalam proses,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Sulteng Sofyan Farid Lembah, di Palu, Senin (8/1/2018).
Dari laporan yang masuk tersebut, bentuk maladministrasi yang terjadi di Sulteng di antaranya penundaan berlanjut sebanyak 48 laporan, permintaan uang, barang dan jasa sebanyak 24 laporan, tidak kompeten sebanyak 17 laporan, tidak patut sebanyak 44 laporan.
Kemudian tidak memberikan pelayanan sebanyak 21 laporan, penyimpangan prosedur sebanyak 48 laporan, penyalahgunaan wewenang sebanyak 12 laporan, berpihak sebanyak 2 laporan, diskriminasi sebanyak 1 laporan, dan konflik kepentingan sebanyak 2 laporan.
“Jika dipersentasekan, sebanyak 89,95 persen selesai dan 10,05 persen dalam proses,” tambah Sofyan.
Sejumlah laporan yang menarik perhatian di antaranya adalah pengembalian pungutan sekolah di Kabupaten Sigi dan Kota Palu serta pertambangan galian pasir dan bantuan di Kota Palu dan Kabupaten Donggala.
Ada pula pertambangan emas tanpa izin di Poboya, Kota Palu dan Lore Selatan, Kabupaten Poso. Kemudian penataan parkir liar di Kota Palu, penerbitan sertifikat Prona di Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Pemotongan uang jasa medik di rumah sakit daerah yang kaitannya dengan penerapan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).