Nelayan Bagan di Sumbar Mengawali 2018 dengan Suram

Untuk itu Hendra Halim menegaskan, KKP perlu melakukan revisi Permen 71/2016 yang cukup banyak mengatur nelayan dalam hal menangkap ikan di laut, sehingga menimbulkan ketidaksanggupan nelayan untuk mengikuti aturan tersebut.

Selama ini, KKP menegaskan bagi nelayan bagan yang belum menyelesaikan syarat-syarat itu, dilarang melakukan aktivitas menangkap ikan. Namun, mengingat proses terus berjalan, Pemprov Sumbar melakukan negosiasi kepada KKP untuk tetap memberikan izin melaut kepada nelayan bagan, meski belum menyelesaikan syarat-syarat tersebut.

Akhirnya, KKP memberikan izin nelayan dengan waktu enam bulan kepada nelayan yang belum menyelesaikan syarat-syarat melaut itu. Setidaknya ada sekira tiga kali KKP melayangkan surat izin melaut melalui Dinas Kalautan dan Kerikanan Sumbar.

Sehingga, pada penghujung 2017 merupakan izin melaut untuk ketiga kalinnya yang diberikan oleh KKP untuk nelayan bagan di Sumbar.

Kini, mengingat telah memasuki tahun 2018, izin yang diberikan oleh KKP pun tidak berlaku lagi, para nelayan bagan di Sumbar pun harus menghentikan sementara waktu aktivitas melautnya, hingga ada izin kembali untuk melaut.

Kondisi ini pun membuat nelayan bagan di Sumbar dilema dan menjalani masa suram, mengingat kecil kemungkinan KKP mengabulkan niat untuk merevisi Permen tersebut.

“Sekarang mau tidak mau kami harus istirahat dulu. Setidaknya ada 500 kapal bagan di Sumbar. 500 itu ada 250 kapal bagan diantaranya yang menggunakan mesin di atas 30 GT, yang harus menerima keadaan untuk tidak malut. Resikonya, jika nanti tetap dipaksakan, maka bisa ditangkap oleh aparat keamanan di laut,” ujarnya.

Lihat juga...