“Nah hal ini lah yang perlu kami sampaikan bahwa kami para nelayan sungguh tidak sanggup untuk memenuhi semua ini. Jikapun pemerintah tetap bersukukuh menginginkan PHP itu, berilah tarif yang murah sehingga tidak memberatkan para nelayan,” ucapnya, ketika usai melakukan audiensi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Selasa (2/1/2018).
Selain persoalan izin, aturan lainnya yang terdapat dalan Permen itu yakni mata jaring dan lampu yang digunakan oleh para nelayan. Biasanya nelayan yang menggunakan mata jaring dengan ukuran 4 mm (milimeter). Sedangkan dalam Permen itu mensyaratkan penggunaan mata jaring narus berukuran 2 inchi. Selanjutnya untuk lampu penerang di kapal.
Permen membatasi nelayan bagan hanya boleh menggunakan 16 ribu watt, sementara yang biasanya digunakan oleh nelayan bagan ialah 25 ribu-30 ribu watt.
“Soal mata jaring, jika sudah besar ukuran mata jaring, ikan apa yang bisa kami tangkap lagi. Kalau KKP khawatir tentang kerusakan ekosistem di laut. Kami para nelayan juga sadar dan tau ada hal yang perlu dijaga untuk menjaga ekosistem. Bahkan selama ini yang telah kami lakukan untuk ukuran mata jaring 4 mm itu, belum ada kabar adanya kerusakan ekosistem di laut,” jelasnya.
Sedangkan alasan nelayan menggunakan lampu penerang hingga mencapai 25 ribu-30 ribu watt, karena untuk menangkap ikan itu perlu lampu yang terang agar ikan-ikan itu mendekat ke kapal.
Akan tetapi jika digunakan 16 ribu watt yang sesuai dengan aturan di Permen 71/2016 itu, kondisi cahaya tidak memadai. Bahkan, nelayan bagan telah pernah menggunakan 16 ribu watt itu, hasilnya sangat sulit untuk menangkap ikan.