Matias Ratu Redo, Merintis Usaha Tenun Ikat Sejak 1992

MAUMERE – Menjual tenun ikat merupakan sebuah usaha yang menjanjikan, sebab hampir setiap hari khususnya di kabupaten Sikka, sarung tenun ikat selalu dicari pembeli. Setiap ada acara perkawinan dan kematian, sarung tenun ikat selalu dibawa sebagai pemberian kepada keluarga yang mempunyai hajatan tersebut.

Usaha jual beli kain tenun ikat dan aneka produk turunannya di kabupaten Sikka, tidak lepas dari peran Matias Ratu Redo, lelaki paruh baya asal Sokoria di kabupaten Ende yang sejak 1992 menekuni usaha ini di kota Maumere.

“Saya mulai menjual tenun ikat, sebab saya merasa miris melihat para penenun yang telah bersusah payah menghasilkan kain tenun, namun sulit menjualnya. Mereka pada 1990-an menitipkan kain tenun di koperasi untuk dijual, tapi laku terjual paling cepat tiga bulan,” ungkap Matias.

Ditemui di kios Sukolengo, Pasar tingkat Maumere, Selasa (9/1/2018), Matias tampak masih segar dan bersemangat saat dijak berbincang terkait suka dukanya merintis dan memperkenalkan tenun ikat hingga tempat usahanya mulai ramai disambangi pembeli.

Merantau Sejak Remaja

Setelah tamat sekolah SMP pada 1971, Matias hanya setengah tahun belajar di SMEA Ende, lalu drop out sebab dirinya melihat orang tuanya sangat kesulitan membayar uang sekolah dan biaya makan minumnya selama di kota Ende.

Matias lalu bekerja di pabrik kelapa di Ende dengan upah sehari Rp75 ribu di 1971. Selama setengah tahun bekerja, dengan berbekal upah yang diterima serta pakaian seadanya, dirinya berjalan kaki ke kota Maumere.

“Saya berjalan kaki selama dua hari sejauh 100 kilometer lebih hingga sampai di Paga, daerah perbatasan dengan kabupaten Sikka, lalu naik mobil ke kota Maumere. Berbekal uang dari kerja di pabrik, pada awal 1973 saya tiba di kota Maumere, lalu mulai berdagang apa saja hingga mulai menjual tenun ikat,” terangnya.

Lihat juga...