Bukit Kedungpring Bantul Nyaris Habis Ditambang
Mereka hanya membayar iuran sebesar Rp30 ribu per bulan kepada pihak pengelola. Setelahnya, mereka bebas menambang batu sekuat tenaga mereka.
“Jadi, setiap penambang bekerja sendiri-sendiri secara bergantian. Batu yang terkumpul lalu dijual oleh setiap penambang, kepada pemborong yang sudah membawa truk masing-masing,” katanya.
Dari satu rit (satu bak truk) batu, para penambang biasanya mendapatkan bayaran Rp300-400 ribu. Jumlah itu tergantung dari besar kecil serta penuh atau tidaknya muatan.
Sementara untuk bisa mendapatkan satu rit batu, para penambang biasa bekerja selama 2-3 hari secara manual menggunakan alat seadanya. Namun tak jarang, jika mendapat lokasi yang menguntungkan, mereka bisa mendapat satu rit batu dengan hanya sehari menambang.
“Kalau habis hujan, biasanya batu mudah ditambang. Sekali pukul bisa langsung ambrol banyak. Tapi, risikonya memang lebih besar, karena licin dan batu mudah ambrol. Jika tidak hati-hati, batu pijakan bisa ikut longsor,” katanya.
Meski berisiko tinggi, Tumijan mengaku tak punya pilihan lain. Ia harus mencukupi kebutuhan istri dan kedua orang anaknya yang masih bersekolah. “Rasa takut selalu ada. Apalagi, ada beberapa penambang yang pernah jatuh atau tertimbun batu, hingga luka parah bahkan meninggal. Namun, mau bagaimana lagi?” kesahnya.
Saat ditanya mengenai dampak aktivitas penambangan, Tumijan dan penambang lainnya pun mengaku tak begitu paham. Ia sendiri menyebut aktivitas penambangan di bukit ini sudah berlangsung puluhan tahun, dan turun-temurun sejak ia masih kecil.
“Kalau penambang ya tahunya menambang saja. Yang jelas kita membayar iuran setiap bulan dan sudah ada izinnya baik dari desa atau polisi. Apalagi semua risiko juga penambang sendiri yang menanggung,” pungkasnya.