Toh pada akhirnya, apa yang dilakukan Amerika Serikat terhadap kebijakannya telah mendapat pertentangan dari dunia internasional melalui forum pengesahan resolusi Majelis Umum PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Resolusi tersebut lolos dengan 128 negara pendukung. Padahal Amerika Serikat telah keluarkan ancaman untuk menghentikan bantuan internasional bagi negara penyokong resolusi. Resolusi itu pun memiliki esensi penolakan terhadap pengakuan Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel.
Soliditas Negara Muslim Ciptakan Perdamaian
Dari hal tersebut kita dapat melihat 2 hal mengenai kasus ini. Pertama adalah, benar jika Trump mungkin sedang berhalusinasi tentang keberadaan Yerusalem sehingga apa yang dilontarkan Trump sebagai sebuah kebijakan politik luar negeri AS tidak diterima secara mentah-mentah oleh berbagai kepentingan di AS. Sehingga penggalangan dukungan terhadap kebijakan tersebut pada forum internasional tidak optimal.
Kedua adalah penting bagi negara-negara muslim untuk mulai berpikir bagaimana menguatkan soliditas terhadap berbagai gangguan politik maupun kemanusiaan yang terjadi di Timur Tengah. Kasus Yerusalem ini bisa digunakan sebagai pemantik penyelesaian berbagai konflik Timur Tengah dengan meretas jalan tengah diplomasi perdamaian yang mengedepankan peri kemanusiaan.
Masalah Israel dan Palestina ini adalah sebuah masalah kompleks, melibatkan sejarah, budaya, bahkan kepercayaan dari setiap individu yang berkepentingan di sana. Pada sayap yang berbeda ada kepentingan kemanusiaan yang menjadi perhatian utama. Sebab itu penting bagi Indonesia memiliki sikap menolak dengan tegas rencana-rencana yang mengusik keberadaan Yerusalem di Palestina.