Soal Aliran Kepercayaan, MUI: MK Jangan Beri Tafsir
Memang MK memiliki kewenangan untuk memberikan tafsir bahkan keputusannya final dan mengikat, tetapi kata Din, tidak bisa semena-mena memberikan tafsir yang bertentangan dengan kesepakatan nasional yang telah ada.
Tafsir yang harus diberikan itu haruslah betul-betul historis konstitusional terhadap hal ini. Karena kata Din, sudah ada semacam konsensus nasional sejak dulu yaitu ketetapan MPR nomor 4 tahun 1978 bahwa aliran kepercayaan itu bukanlah agama dan tidak bisa disetarakan dengan agama.
Maka, lanjut dia, klausul pada pasal 29 UUD 1945 ayat 1 memberi kebebasan kepada warga negara untuk menunaikan atau menjalankan ibadah sesuai dengan agama. Soal kepercayaan itu selama ini sudah ada kesepakatan, kepercayaan itu kembali pada agama. “Kepercayaan dalam agama. Tapi kalau ada putusan MK yang baru dengan memberikan tafsir baru, ini yang kami pertanyakan,” tukas Din.
Din akan menyerahkan kepada dewan pimpinan MUI juga ormas-ormas Islam yang akan menyampaikan sikap menolak keputusan MK tersebut.
“Kalau saya memberi tafsir lain, terhadap apa yang sudah merupakan tafsir konstitusi selama ini. Itu berbahaya bagi konstitusi nasional. Jangan pula itu dilanggar. Kita ingin taat kepada asas dan konstitusi,” tegas Din.
Kalau kemudian, kata dia, ada lembaga negara memberikan tafsirnya sendiri, itu sangat berbahaya. Din pun menilai, ada gelagat mencurigakan, dibahas diam-diam. Ini mengganggu ketenangan dan keseimbangan nasional.
“Kenapa diam-diam, jangan-jangan MK seolah-olah diberi kewenangan lantas memberikan tafsir? Jangan-jangan nanti ada tafsir baru terhadap Pancasila, ini berbahaya,” tukasnya.