Prestasi Pemerintahan Jokowi di Bidang Ekonomi, Rendah

JAKARTA –  Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menyebut, situasi internasional kini ditandai dengan peningkatan hutang global, baik hutang negara maupun hutang perusahaan.

Menurut Daeng, peningkatan terbesar itu terjadi dalam sektor properti dan infrastruktur sebagai konsekuensi atas krisis over produksi yakni pada industri minyak, gas, dan industri manufaktur.

“Memang tidak banyak orang menyadari bahwa krisis ekonomi dunia sudah semakin ekstrem,” ujar Salamuddin dalam Diskusi Melacak Angka Statistik Kesejahteraan Rakyat dalam APBN Tahun 2018 di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (21/11/2017).

Dia menjelaskan, pergeseran arah pembangunan global itulah yang menciptakan gelembung ekonomi tidak terkendali. Bukan indonesia saja yang kena dampak over produksi tapi juga di semua belahan dunia.

Di Indonesia, kata dia, over produksi bahkan di depan mata, kita pun tidak menyadari hal itu. Besi baja, otomotif, bahan baku pangan dan hampir semua kebutuhan manusia itu over produksi.

Selain itu, beber Salamuddin, semenjak Pemerintah Jokowi berkuasa, sebagian besar impor bahan baku Indonesia merosot. Penurunan impor ini berarti ada indikasi melemahnya industri dalam negeri.

“Impor bahan baku menurun, karena terdampak dari industri kita yang tidak berkembang,” tuturnya.

Salamuddin mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun semakin rendah dan cenderung menurun menjadi 4,9 persen (2015) dari rata-rata dia tas 6 persen pada periode sebelumnya. Hal itu dirasakan sejak pemerintahan Joko Widodo berkuasa.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami stagnasi. Pada 2016, ekonomi hanya tumbuh 5,02 persen dan kwartal ketiga hanya tumbuh 5,06 persen dibandingkan kwartal yang sama tahun sebelumnya,” ungkapnya.

Lihat juga...