Boven Digoel, Kawah Candradimuka Pemikiran Bung Hatta
OLEH AKHMAD SEKHU
Ke mana kita dibawa oleh nasib, ke mana kita dibuang oleh yang berkuasa
tiap-tiap bidang tanah dalam Indonesia ini, itulah juga Tanah Air kita.
Di atas segala lapangan tanah air aku hidup, aku gembira.
Dan di mana kakiku menginjak bumi Indonesia
di sanalah tumbuh bibit cita-cita yang tersimpan dalam dadaku.
(Bung Hatta)
KEINDAHAN dan kekayaan alam serta keunikan seni budaya membuat Papua menjadi destinasi wisata yang istimewa. Boven Digoel merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang memiliki potensi wisata unik dan istimewa. Boven Digoel merupakan satu-satunya daerah bersejarah di Papua. Selain penjara di Tanah Merah, juga ada situs Maryam atau penjara bebas di Tanah Tinggi. Burung Cenderawasih 12 Antena merupakan salah satu burung langka yang dapat ditemui di tempat ini.
Saya ke Boven Digoel pada tahun lalu, saat meliput syuting film Boven Digoel yang dulu awalnya berjudul Silet di Belantara Digoel. Sebuah film produksi Foromoko Matoa Indah Film dengan arahan sutradara FX Purnomo yang mengangkat kisah nyata dokter yang menantang maut melakukan operasi sesar dengan silet di belantara Digoel Papua sekitar tahun 1990-an.
Boven Digoel dalam bahasa Belanda artinya Digul Atas. Dulu adalah tempat yang sangat terasing yang hanya dapat ditempuh melalui pelayaran kapal di Sungai Digoel. Untuk sampai ke Boven Digoel, saya bersama produser John Manangsang, sutradara FX ‘Ipong’ Purnomo, artis senior Christine Hakim, artis-artis Papua beserta kru film Boven Digoel menempuh perjalanan hampir sepuluh jam dari kota Merauke dengan menggunakan mobil travel.
Berangkat dari kota Merauke pagi-pagi, kami menuju ke arah timur lalu meliuk ke arah utara melewati Wassur, Sota, Wamp, Kaliwanggo, Erambu, Barki, Marinda, Makadi, Kweel, Eligobel, Bupul, Simpati, Muting, Bio, Kampung Naga, Camp 19/Perkebunan Sawit, hingga sampailah ke Tanah Merah. Bukan tanpa alasan kenapa wilayah itu dinamakan Tanah Merah. Begitu tiba di sana, sepanjang mata kita memandang, tanahnya berwarna merah. Seperti lempung tanah liat. Kurang lebih sekitar satu jam perjalanan, kami tiba di Sota. Sebuah kota perbatasan antara negara Republik Indonesia dengan Papua New Guinea. Bila kita ingat lagu ‘Dari Sabang Sampai Merauke’, di Sota inilah terdapat tugu penanda perbatasan dengan negara Papua New Guinea.