Ombak Mutih Sepekan, Nelayan Lamsel Berhenti Melaut
Sejumlah nelayan yang memilih berhenti melakukan aktivitas melaut di antaranya Samsul bersama rekan-rekan satu perahu miliknya. Samsul merupakan salah satu bos di wilayah Bakauheni. Ia memilih melakukan perbaikan pada mesin kapal bagan congkel. Aktivitas turun mesin atau perbaikan mesin kapal menyeluruh tersebut dilakukan menunggu waktu ombak mutih berhenti.
Samsul menegaskan, seperti pola sebelumnya, jika ombak mutih berlangsung selama sepekan dan segera berhenti, dirinya dan nelayan lain bisa kembali melakukan aktivitas menangkap ikan. Namun ombak mutih karena pengaruh angin barat lebih dari sepekan dipastikan nelayan akan libur dalam waktu lama.
“Kami selalu melihat pola pergerakan ombak dan memantau prediksi dari BMKG juga angin dan gelombang lebih kencang dan tinggi dari biasanya. Maka kami memilih berhenti melaut dalam waktu lama,” tegas Samsul.
Dampaknya dengan tidak melaut selama beberapa pekan tersebut, ia mengaku pengeluaran untuk kebutuhan nelayan dipastikan lebih banyak, sementara pemasukan berkurang akibat tidak melaut. Menghasilkan ikan teri dari hasil tangkapan sekitar 100 kilogram dengan harga per keranjang berisi sekitar 15 kilogram dijual Rp150.000. Samsul dan rekannya kerap menghasilkan uang ratusan ribu hingga jutaan ditambah perolehan ikan jenis tongkol, cumi dan tengkurungan. Kekurangan pasokan ikan berimbas mahalnya harga ikan laut di wilayah tersebut. Bahkan pusat pendaratan ikan Muara Piluk sementara berhenti operasi akibat tak ada pasokan ikan.
Ia menyebut, belum bisa memastikan kapan akan kembali melaut dan sebagai upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari umumnya nelayan di Muara Piluk akan meminjam uang pada bos ikan sebagai tempat menampung ikan. Hutang yang dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan memperbaiki mesin akan dikembalikan dari pemotongan hasil penjualan ikan saat nelayan kembali melaut dalam kondisi cuaca tenang.